Chapter 13

21.3K 3.2K 380
                                    

Beraktivitas dalam lingkup orbit yang sama dengan wanita karier merangkap ibu-ibu muda, bagaikan berada di Universitas spesialis rumah tangga. Setiap harinya, Agisa mendapatkan berbagai macam materi baru tentang hidup. Dia selalu bersemangat mendengar cerita-cerita yang mengudara di tengah kesibukan. Tak jarang, beberapa tips konyol Agisa praktekan. Salah satunya: mengukur perasaan cinta suami lewat rasa cemburu.

Tiga hari lalu, Agisa menjalankan aksinya.

"Gisa lagi chat sama cowok loh."

"Oh, yah? Siapa?"

"Temen kantor. Namanya Fadil. Ganteng, deh. Mirip Joonkook BTS. Tadi, kita lunch bareng. Kakak mau lihat fotonya?"

Dengan semangat memanas-manasi tinggi, Agisa keluarkan ponsel, sembari menunjukan potret welfie-nya bersama Fadin. Agisa bercerita betapa wangi, tinggi, nan pintarnya lelaki itu. "Nih, ganteng kan? Umur dia beda setahun sama Gisa. Dia 23, jadi, Gisa panggil dia Oppa."

Tahu apa reaksi Gadi? Alih-alih cemburu, dia malah menyapu kepala Agisa seperti anak kucing. "Kakak senang Gisa nyaman di kantor. Bergaul sama siapa saja." Satu ciuman mendarat di pipi Gisa. "Omong-omong, dia memang ganteng. Rambut kalian satu warna."

Hanya itu. Tidak ada interogasi. Kadang, Agisa sengaja memasang gestur misterius, sepanjang malam dia pura-pura sibuk dengan ponsel; menjauh dari Gadi. Dengan harapan bahwa suaminya itu akan penasaran pada isi ponsel lalu saat Agisa berakting tidur, mungkin saja Gadi akan memeriksa riwayat chat.

Nyatanya, Gadi hanya memindahkan benda pipih itu ke nakas, mencium puncak kepala Agisa dan tidur. Hanya seperti itu.

Antara ingin sujud sukur karena dianugrahi suami dewasa atau malah ingin membrainwash supaya isi kepala Gadi kembali ke mode remaja posesif.

Tapi, Agisa tidak kapok. Dia janji akan mempraktekkan tips apa pun yang didapat dari ibu-ibu rekan kerja. Selama itu bisa membantunya melihat emosi Gadi.

***

Menginjakkan kaki di kantor, pagi ini, Agisa disambut oleh tangisan Triyana.

"Perusahaan kena law enforcement dari KPP." Sebelum Agisa bertanya, Fadil lebih dulu menginfokan. "Mbak Yana dimarahin Pak Kamajaya, dibilang kinerjanya nggak becus dan terancam dipecat."

Mata Agisa membola. "Kok bisa separah itu? Emang kita nggak bayar pajak?"

Fadil jelaskan bahwa beberapa bulan belakangan, perusahaan memang menunggak pajak. Tapi bulan kemarin, perintah pelunasan sudah dikeluarkan hanya saja Mbak Triyana selaku konsultan pajak belum menyelesaikan urusan pelaporan dan pembayaran. Pada akhirnya, PT Syahfana terkena teguran. Sialnya, masalah ini malah bocor ke publik. Sejak kemarin, media online dan cetak santer mengabarkan, tak lupa membubui interjeksi sehingga semua judul berita terasa begitu dramatis.

Tentu saja selaku Direktur, Kamajaya geram, akibat kelalaian seseorang, nama baik perusahaan jadi tercoreng.

Agisa langsung membuka ponsel, membaca berita hari ini.

Tidak bayar pajak, PT. Syahfana bangkrut?

Diisukan bangkrut, begini jumlah kekayaan pendiri BaraCrop.

Tak menyangka! Ternyata begini sosok perempuan di balik filosofi nama Pt. Syahfana.

Clickbait sialan! Berita fluktuasi! Tidak nyambung! Agisa geram, namun satu fakta tiba-tiba meminggirkan kesalnya

"Eh, Fad. Bukannya Ibu Triyana sama Pak Kamajaya itu suami-istri, kan, yah?"

Fadil terkekeh, angguk kepala. Sementara mulut Agisa menganga. Sebagai perempuan, tentu saja dia iba melihat Triyana menangis. Pasti sakit, dibentak oleh bos merangkap sebagai suami. Level pedasnya jadi dua kali lipat. Namun, di luar rasa itu, Agisa dibuat kagum oleh sikap profesional Pak Kamajaya. Di suatu waktu, Agisa melihat beliau begitu lemah lembut sebagai saumi. Tapi insiden hari ini membukatikan bahwa dia cukup punya sikap sebagai pemimpin.

Decision!Where stories live. Discover now