Chapter 46 | The Most Precious

15.6K 1K 96
                                    

Happy Reading

***

"Zean

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Zean... Berhenti merekamku!" seru Aneira yang terlihat bersusah payah menyusul Zean hingga sampai di alun – alun kota.

Tentu saja. Bukan masalah besar bagi Zean yang tidak memiliki urat malu, meski rengekannya membuat dia menjadi pusat perhatian pengunjung lain yang duduk di bangku taman.

"Ada ulat menempel di bajumu." Aneira membual dengan jari telunjuk yang menuding bahu Zean.

"Aku tidak akan tertipu sayang..," ucap Zean tenang.

Aneira menghela napas jengah. "Oh, please..." erangnya.

Alun – alun ini terletak di sekitar area Quartier International, dekat jalan raya namun memiliki penghijauan indah yang terawat dan bersebelahan dengan gedung Kongres, di mana lingkungan itu tak pernah terlihat sepi.

Aneira menatap sekeliling, ia juga sudah tahu jika di bawah tiang lampu kembar bertuliskan Metropolitain yang ramai itu ada sebuah tangga menuju ke stasiun kereta bawah tanah.

"Lihat! Lihat! Bukankah dia Zean Archer?"

"Maksudmu pria yang memakai pakaian biasa itu? Astaga! Tampan sekali. Aku rasa mereka sedang melakukan kencan terbuka."

"Romantis... Tunangannya benar – benar cantik," bisik – bisik keramaian yang mendengung seperti kawanan lebah muncul dari lorong tersebut. Dalam waktu singkat mereka langsung menjadi tontonan umum.

Telapak tangan Aneira masih bertahan di pelipis, menutupi mukanya sendiri dan sesekali tersenyum tipis.

Posisi Zean terlalu jauh dari jangkauannya untuk bicara mode normal tanpa berteriak. Semua kencan ini sepertinya telah direncanakan dari awal tanpa sepengetahuan Aneira.

Lelaki itu terlihat penuh persiapan. Aneira heran saat tiba – tiba Zean mengeluarkan sebuah handycam dari dalam saku mantelnya dan ia merasa tertipu. Zean juga sengaja mendahului Aneira agar dapat leluasa merekamnya tepat dari sudut depan sehingga wajah Aneira tersorot jelas. Lelaki ini memang selicin belut. Aneira geram karena Zean selalu berhasil menghindar setiap kali dia mengejarnya.

"Allright baby, aku menyerah. Tidak ada rekaman lagi, jadi kita berdamai?" ucap Zean tersenyum.

Berhenti pada jarak aman kejaran Aneira, sementara di tengah – tengah mereka terdapat pahatan batu besar menjadi penghalang yang sempurna. Dan tentu saja, senyuman miring itu tak lepas dari kecurigaan Aneira.

Aneira kenal jenis ekspresi ini artinya lain. "Kalau begitu matikan sekarang, baru aku akan percaya."

"Atau mungkin nanti––setelah memorinya penuh," kata Zean ringan dengan nada menyebalkan sebelum kembali mengatur fokus lensanya dan memperhatikan perubahan raut Aneira dari layar itu lagi.

My Beast Charming✅Where stories live. Discover now