ɪ ᴡɪʟʟ ʟᴇᴀᴠᴇ

18.3K 3.3K 461
                                    

Doyoung natep sarapannya tanpa minat. Jadi sekarang dia udah dikantor dengan kotak bekal diatas mejanya. Tadi Doyoung ngga sarapan dan dipaksa bawa sarapannya sama bunda.

Biasanya setiap pagi Misa duduk disampingnya buat nemenin dia sarapan. Tapi hari ini gadis itu memilih berangkat lebih pagi.

Apa dia masih marah? batin Doyoung kalut.

Doyoung buka kotak bekel yang di siapin bunda tadi terus dia liatin. Beda banget sama yang biasa Misa bikin. Apa hari ini Misa ngga bikin sarapan buat dia?

Biasanya Misa selalu bikinin dia roti lapis, kalo engga ya nasi goreng dengan merica yang super banyak. Tapi hari ini sarapannya adalah salad dan beberapa ubi rebus. Sangat berbeda dari biasanya, bukan?

"Ngga usah sarapan deh," baru aja Doyoung mau nutup kotak bekel itu, pintu ruangannya terbuka nampilin Sejeong disana.

"Pagi, sayang" sapanya sambil mendekat kearah Doyoung yang masih duduk di kursinya.

"Iya, pagi" sapa Doyoung balik. Dia lanjutin nutup kotak bekelnya sebelum suara Sejeong menghentikannya, "kok ngga di makan?"

"ngga mood" singkat, padat, dan jelas. Doyoung sendiri ngga tau dirinya kenapa. Harusnya dia ngga boleh gini kan sama kekasihnya? tapi kenapa dia malah malas menanggapinya?

"Yaudah, ke cafetaria yuk. Sarapan bareng, aku belum sarapan" Sejeong ngusap pipinya Doyoung. Yang diusap menggeleng, "kamu sendiri aja, saya ngga lapar."

"Ah, Doy, ayolah. Temenin aja kalo gitu" Sejeong ambil tangannya Doyoung terus dia goyangin. Biar lelaki itu mau mengikuti keinginannya.

Doyoung ngelepas tangan Sejeong yang nyengkram lengennya, "Saya banyak kerjaan, kalo kamu mau sarapan pergi sendiri aja"

"Doy! baru kemarin kamu kenalin aku sama orang tuamu tapi kamu kok sekarang gini?"

"Saya lagi ngga pengen di ganggu."



🌻🌻🌻



Misa ngeliat keatas, tempat rintik hujan mulai berjatuhan. Tangannya ia luruskan, ingin merasakan dingin air itu.

Jam udah nunjukin pukul empat, dan dia baru aja selesai ngerjain pekerjaan dia disekolah. Lebih tepatnya sih kerja kelompok, tapi Misa harus ngerjain sendiri karena dia sekelompok dengan orang orang yang setengah aja otaknya.

Sekolah udah sepi, mungkin hanya ada sekitar sepuluh siswa lagi di dalam perpustakaan. Mark? dia udah Misa suruh pulang tadi, soalnya Misa ngga enak nyuruh Mark nemenin dia bikin tugas. Mereka kan ngga sekelompok. Kara? udah pulang bareng Jaemin.

Jadi disinilah dia, berdiri di lobby sekolah menunggu hujan reda.

Tapi sepertinya hari ini tidak berpihak padanya, karena hujan malah semakin deras membuat Misa semakin bingung bagaimana caranya untuk mencapai halte bus.

Kenapa ngga nelpon Doyoung? Misa sedang dalam masa mundurnya, ingat?

Karena merasa hujan ngga akan berhenti, Misa mutusin buat nerobos hujan itu sambil lari kenceng ke halte. Tubuh, rambut, dan bajunya udah basah banget.

Misa duduk di halte itu sambil ngusap kedua tangannya, mencari kehangatan. Biasanya kalau dia kedinginan begini, Doyoung ada disampingnya ngebiarin dia genggem eret tangan besar itu. Tapi sekarang Misa ngga yakin apa dia bisa dan mau melakukannya.

Sudah hampir sejam berlalu dan ngga satupun bus berhenti buat ngangkut dia. Misa udah menggigil banget, dia yakin akan sakit besok. Gadis itu mengambil ponselnya di dalam tas, ingin mengabari kalau dia pulang telat hari ini. Tapi sialnya lagi, baterai ponselnya habis.

Pandangan Misa teralih waktu sebuah mobil yang sangat familiar di matanya berhenti di hadapannya. Hal pertama yang Misa lihat adalah tubuh tinggi Doyoung yang berlari khawatir ke arahnya. Bahkan lelaki itu tidak menggunakan payung untuk menutupi kepalanya.

"KATANYA PULANG BERSAMA TEMAN? KENAPA MASIH DISINI?" tanya Doyoung sedikit berteriak karena suara hujan yang amat deras itu.

"Tadi aku ada tugas, jadi harus ngerjain itu dulu. Hehe" Misa masih sempat ketawa waktu tubuhnya udah sedingin es begitu.

Doyoung ngelepas jas kantornya terus dia sampirkan di bahu sempit Misa. Masukin Misa kepelukannya, "ayahmu khawatir."

Misa meringis, tentu saja. Itu ngga mungkin kalo Doyoung yang khawatir padanya. Dia terlalu banyak berharap.

Dia lepas pelukan itu sambil senyum, "iya, sekarang kan aku pulang ayah ngga bakal khawatir lagi." kakinya melangkah terlebih dahulu untuk memasuki mobil hitam Doyoung ninggalin Doyoung yang masih berdiri di halte bus itu.

Doyoung nyusul Misa masuk kedalam mobil, merasa iba atau mungkin hal lain karena gadis itu masih menahan dingin.

"Mau genggem tangan saya?" tanya Doyoung, tangannya udah dia buka bersiap kalau gadis itu mau menggenggamnya.

Misa ngeliat tangan Doyoung dengan senyum tipis sampai gelengan yang Doyoung dapetin, "ngga usah, mas. Aku nggapapa."

Doyoung ngeliatin Misa dari samping, Misa udah nunduk daritadi. Doyoung baru aja mau jalanin mobilnya sampe sebuah kalimat keluar dari bibir Misa berhasil membuatnya tertegun seketika.

"Mas, aku mau berhenti."

Doyoung kembali menatap Misa, gadis itu tersenyum lebar sambil menatapnya balik, "aku udah mutusin buat berhenti jatuh cinta sama Mas."

Lidah Doyoung terasa kaku untuk menjawab pernyataan Misa tadi, "aku bakal nganggep Mas sebagai abangku mulai sekarang!"

Bahkan senyum itu tampak berbeda.

Dimana Misanya yang dulu?

Too Late [✔]Where stories live. Discover now