First Date

1K 154 21
                                    

  Samudra baru saja keluar dari ruangan guru, membawa setumpuk buku diikuti Nabila disampingnya dengan tumpukan buku yang lebih sedikit. Pandangannya menoleh pada Nabila yang tampak melamban sambil memperhatikan gerombolan kakak kelas yang tengah berolah raga di lapangan.

Samudra berdehem, "kemarin jadi jalan?" Tanyanya pada Nabila yang kini fokus pada satu siswa diantara kakak kelas yang sedang berolahraga itu.

Laki-laki yang lebih rendah dari Samudra itu sedang melakukan smashing bola voli di lapangan sana.

Nabila tersentak, sedikit kagok menoleh pada Samudra, "jadi kok," ujarnya, kemudian mengalihkan pandangan, berdehem lalu menoleh lagi pada Samudra.

"Abin bisa bawa semua bukunya sendiri nggak? Abil ada urusan sebentar,"  tanyanya ragu dengan raut muka tak tega. Dua tumpukan buku pelajaran matematika sepertinya sulit untuk dibawa sendirian oleh Samudra.

  Sebelah alis Samudra terangkat otomatis, baru saja ia hendak menjawab saat sebuah suara dari lapangan berteriak ke arah mereka.

"Labiiiiiiiiiiil," ejeknya sembari menyisir rambut yang sudah basah karena keringat.

Samudra mengehela napas, dagunya maju menunjuk tumpukan buku yang semula dibawa oleh Nabila, "siniin, kayanya penting banget tuh," ujarnya, menunjuk kakak kelas yang tengah berjalah ke arah mereka dengan dagunya.

"Maksih ya Bin," Nabila meringis, menaruh tumpukan bukunya diatas tumpukan buku yang Samudra bawa.
Membuat wajah laki-laki itu nyaris saja ketutupan karena saking tingginya tumpukan buku itu.

Mungkin karena sudah diumur sekarang ini, kadang Samudra merasa iri dengan teman-temannya yang mulai menjalin hubungan spesial dengan orang yang mereka sukai. Merasakan getaran dan sensasi aneh setiap kali bertemu lalu mencurahkannya dengan sikap salah tingkah. Samudra bisa melihat semua itu dari teman-temannya. Bagaimana mereka berusaha menyembunyikan senyuman yang tampak sangat excited setiap kali bertemu. Perubahan pandangan yang jadi lebih berbinar dan memancarkan sesuatu yang Samudra tidak mengerti dan tidak pernah rasakan.

Bukan tidak membuka diri, sebenarnya ada banyak sekali perempuan yang memulai komunikasi dengan Samudra, entah dimulai dengan basa-basi sok akrab sebagai teman, sampai dengan yang lebih frontal seperti mengajak nonton berdua, atau melemparkan candaan centil pada Samudra.

  Tentu saja. Dilihat dari manapun Samudra sama sekali nggak jelek.

Ia hanya belum menemukan seseorang yang menciptakan getaran berbeda dan sensasi lucu yang selalu ia lihat ketika teman-temannya jatuh cinta. Samudra, hanya belum menemukan orang yang tepat.

Langkah Samudra melamban saat akan menaiki anak tanggga, sedikit kesusahan karena tingginya tumpukan buku yang ia bawa.

"Bro," seseorang menepuk pundak Samudra dari belakang membuatnya terperanjat dan nyaris saja menjatuhkan buku-buku ditangannya.

"Ada yang curhatin lo tuh di belakang, katanya lo semalem jadi pangeran dangdut," ujarnya kemudian cekikikan sendiri sebelum akhirnya pergi melewati anak tangga lebih dulu. Meninggalkan Samudra yang kini memutar arah menghadap ke belakangnya.

Matanya menangkap sosok perempuan dengan rambut panjang tergerai tengah berjalan ke arah yang sama dengannya. Raut wajahnya sedikit sinis dengan rutukan kecil di bibirnya yang maju beberapa senti. Raut wajah galak yang tampak lucu dimata Samudra.

"H-hai?" Sapa Samudra ragu. Detik itu juga segala macam kiat-kiat percintaan dari Iqbaal berkeliaran di kepala Samudra bersamaan dengan sensasi kupu-kupu yang terasa aneh di perutnya.

Cewe itu, Lia, melirik sekilas pada Samudra yang berdiri di depannya. "Minggir, gue mau lewat,"ujarnya tak begitu menanggapi senyum ramah Samudra. Sama sekali tidak tertarik sepertinya.

Blue OrangeadeWhere stories live. Discover now