Princess Not Supposed to Cry

837 157 75
                                    

Haiii 😁

Pertama-tama aku mau ngasih tau kalau part ini akan jadi transisi dimana part selanjutmya aku bakalan sering bahas Nabila-Duta.

Aku mau ceritain sudut pandang mereka juga. Tapi tetep Samie-Lia nggak bakal terlupakan karena mereka maincast hehe..

Jadi.. Samie-Lia nya tetep tapi Duta-Nabila akan sering muncul.

Kedua, terima kasih buat yang selalu sabar buat nungguin cerita ini dan selalu ngasih apresiasi 😊

Salah satu alasan kenapa aku bisa terus lanjut buat nulis adalah karena beberapa komen dan tanggapan kalian yang bikin aku merasa nggak ngelakuin hal yang sia-sia.

Buat yang baca aja tapi gapernah komen atau like. Nggak papa. Semoga suatu saat aku bisa memenuhi ekspetasi kalian sampai kalian nggak keberatan buat like atau komen :)

Malam itu ketika hujan turun dengan derasnya, Nabila terduduk tepat di balkon kamarnya. Memandang hampa pada jalan di depan rumah dengan genangan-genangan air yang memantulkan cahaya lampu jalan.

Gadis berambut gelombang itu menarik napas dalam. Membiarkan dinginnya udara malam itu masuk ke dalam paru-parunya. Nabila cuma mengenakan baju piyama tipisnya tanpa alas kaki saat memilih berdiri di pagar balkonnya itu.

Pikirannya menerawang. Jauh sekali sampai membawanya pada kenangan tiga tahun silam.

Ia tidak sepenuhnya malaikat seperti yang selalu orang-orang sematkan padanya.

Jauh kebelakang sana, ada hal keji yang pernah ia lakukan hingga kehilangan rasa simpati bahkan untuk dirinya sendiri.

Nabila tidak masalah jika harus melukai dirinya berkali-kali. Karena luka dan rasa sakit yang ia tanggung setelahnya belum setimpal dengan apa yang ia pernah lakukan.

Bulu-bulu halus gadis itu meremang bersamaan dengan semilir angin malam yang semakin dingin karena hujan. Tapi ia masih tetap ditempatnya, enggan beranjak dan membiarkan kakinya yang telanjang semakin merasa dingin saja. Membuat kulit putih pucatnya semakin pucat seperti kehilangan darah.

Mobil rush bewarna hitam terlihat melambat di bawah sana. Mobil yang seharusnya berhenti di sebelah rumah Nabila itu, justru berhenti tepat di depan rumahnya.

Tak lama ponsel Nabila yang berada di tempat tidurnya berdering, menandakan satu pesan masuk telah masuk ke ponselnya.

Nabila masih tak mau beranjak, tapi deringan ponselnya itu malah berubah menjadi nada panggilan. Ia menatap sebentar pada mobil hitam yang masih berdiri di depan rumahnya itu sebelum benar-benar masuk dan mengangkat telepon.

"Masuk bil, udah malem, diluar juga hujan," suruh sesorang begitu teleponnya ia angkat.

"Bil..," suara itu menginterupsi hening yang Nabila ciptakan.

"Kalau kamu emang belum bisa tidur, setidaknya jangan berdiri di balkon. Angin malam nggak baik buat kesehatan," katanya.

Nabila diam sebentar, melirik sedikit pada mobil yang masih tetap di tempatnya.

"Abil boleh nyamperin Abin kebawah nggak?" Tanyanya dengan suara kecil dan lembut khas Nabila.

"Hujan Bil, udah malem juga. Kamu tidur gih, Abin tungguin disini sampai lampu kamar kamu mati," jawabnya masih dengan nada lembut yang biasa Nabila dengar.

"Cuma sebentar, Abil punya payung bin..,"

Jeda lama sebelum Samudra yang kini di mobilnya menjawab. Ia menghela napas panjang, tampak berpikir sebelum menjawabnya.

Blue OrangeadeWhere stories live. Discover now