Iya Aku Paham

888 166 91
                                    

Yaallah aku males edit sepertinya aku butuh editor :(

Menurut Lia yang lebih menyedihkan dari patah hati adalah kehilangan sahabat satu-satunya.

Bayangin, kamu cuma punya 1 sahabat, orang yang biasanya selalu ada untuk mendengarkan keluh kesah, untuk diajak gila-gilaan bareng, dan orang yang mengerti segala hal tentang kamu, lalu orang itu hilang negitu saja. Menjauh, dan pergi karena satu kesalahn fatal yang kamu lakuin. Karena kamu yang nggak mau mengalah sama ego.

Itu yang sekarang tengah Lia rasakan. Kesepin, nggak punya teman, menyedihkan.

Gadis itu duduk bertopang dagu di mejanya, memandang ke arah bangku Syauqi. Cowo itu baik-baik saja, bersenda gurau dengan teman-temannya yang selalu mengeliling bangku Syauqi saat jam kosong. Syauqi tidak merasa kehilangan atau kesepian dan sepertinya juga tidak butuh Lia sebagai seorang teman.

Lagi-lagu ia mengehela napas, Sebenernya sudah dari kemarin-kamerin Lia ingin meminta maaf pada Syauqi. Tapi melihat cowo itu lebih bahagia bersama teman-temannya yang lain membuat niat Lia surut begitu saja.

Syauqi tidak butuh Lia, dan mungkin juga ia tidak mengharapkan permintaan maaf dari Lia. Mungkin juga ia merasa lebih bebas karena sekarang nggak ada lagi cewe egois yang hobi ngomel-ngomel kaya singa. Itu yang Lia pikirkan sejak dari beberapa hari yang lalu.

"Lia," suara laki-laki dari arah pintu mengagetkan Lia. Ia menoleh, mendapati Samudra tengah berdiri diambang pintu sambil membawa tumpukan kertas ditangannya.

"Kenapa?" Tanya Lia berjalan menghampiri Samudra.

"Titipan dari bu Ida. Ini hasil ulangan kelas kalian minggu kemaren," jawab Samudra memindahkan tumpukan kertas dari tangannya ke tangan Lia.

"Oh gitu..," gumam Lia sambil menerima tumpukan kertas itu. Pandangannya tertunduk, datar tanpa ekspresi. Tidak seperti Lia biasanya yang bakalan berubah super jutek setiap kali berhadapan dengan Samudra.

"Kenapa? Ada masalah ya?" Tanya Samudra. Laki-laki itu menunduk untuk memandang penuh ke arah Lia dengan tatapan khawatir.

Samudra sangat peka kalau kalian lupa.

Ditanya tiba-tiba begitu, Lia jadi skeptis sendiri,
"Ha? Hng.. nggak. Kenapa? Kok nanya gitu?" Tanyanya tergagap.

"Nggak papa, biasanya kan jutek tapi sekarang keliatan murung. Beda aja gitu," jawab Samudra. Ia masih menatap Lia, memperhatikan gadis dihadapannya itu baik-baik.

"Oh... nggak kok. Gue nggak kenapa-napa," balas Lia. Ia meringis berusaha menghindari kontak mata dengan Samudra. Ditatap begitu entah kenapa Lia jadi kikuk begitu saja.

Otaknya lalu berputar mencari cara untuk mengalihkan obrolan. Apa saja, asal tidak menyinggung tentang kesedihan Lia saat ini. Lia tidak ingin menunjukkan sisi lemahnya dihadapan siapapun.

"Ng.. eh, kok tadi yang siaran bukan elo sih? Lo siaran tiap hari apa aja btw?" Tanya Lia mengalihkan, ia mendongak kini berusaha membalas tatapan Samudra dengan raut muka yang seolah memberitahu bahwa ia baik-baik saja. Walaupun semua tau kalau itu percuma.

Samudra sudah menarik kesimpulan lebih dulu. Ia tahu bahwa gadis dihadapannya ini memang tidak baik-baik saja. Pasti ada sesuatu yang terjadi, mungkin tentang Duta atau tentang Syauqi atau tentang keduanya.

"Hm? Setiap hari jum'at sih, tapi kadang dapet jam pagi kadang sore. Hari ini kebetulan dapat sore. Kenapa memangnya?" Katanya mengikuti alur yang Lia buat. Kalau Lia tidak ingin membahas maka Samudra juga tidak akan menanyakan lebih lanjut perkara apa itu.

"Nggak. Nanya doang," jawab Lia lalu terdiam. Lia tidak ingin menanyakan apapun lagi, tapi Samudra masih betah dihadapannya. Masih betah menatapnya. Tatapan hangat dan lembut yang justru membuat Lia merasa canggung.

Blue OrangeadeWhere stories live. Discover now