16. Gara-gara Insom

270 71 47
                                    

"Kita begitu dekat, tetapi mengapa terasa berjarak."


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Genta menghempaskan tubuh tegapnya di kasur. Setelah tidur yang lumayan lama kala pulang dari latihan tadi, tubuh yang semula lelah terasa seperti sudah terisi energi penuh kembali.

Tepat pukul tujuh malam layar ponsel yang tergeletak tepat di samping kepala menyala yang berlanjut dengan suara deringan tanda panggilan suara masuk.

Meski dengan ogah-ogahan Genta meraih benda pipih itu, segera digeser ikon hijau setelah tahu siapa yang meneleponnya. "Halo, Bude?"

"Nak Genta, Bela, Nak," suara dari seberang terdengar panik membuat pemuda itu beringsut bangun.

"Bela kenapa, Bude? Dia kenapa lagi?" Suara Genta sedikit bergetar, ikut cemas mendengar suara lawan bicaranya.

Nafas Bude tersengal-sengal terdengar, seperti habis lari-larian. "Bela ... enggak dia bukan Bela tapi Disa, dia kabur lagi."

"Genta ke sana sekarang. Bude tenang, jangan panik," tuturnya segera bangkit meraih jaket bomber di sandaran kursi juga kunci motor lantas keluar dari kamar, langsung tancap gas kala sudah mencapai motornya.

Tidak menghiraukan angin malam masuk melalui pori kulitnya meski sadar jika akan berakibat pada kesehatan. Kuda besi itu terus saja melaju meliuk-liuk di sepanjang jalan bak orang kesetanan, bahkan ada beberapa seruan marah dari pengendara lainnya.

Jarak yang jauh berhasil Genta tempuh hanya dengan waktu dua puluh menit, panti asuhan kini sudah pemuda itu tapaki. Ia segera turun begitu melihat sosok Bude dengan kepala yang terbalut hijab berdiri di depan gerbang sambil meremas-remas jemari.

"Nak Genta," seru wanita itu setibanya Genta di hadapan.

Genta meraih dua buah tangan dingin itu. "Bude jangan panik, coba ceritain kenapa Bela kabur lagi?"

Bude menarik nafas dalam dibantu Genta. "Ba'da Maghrib Bela dateng dengan keadaan kacau, Bude yakin Disa dateng lagi." Bude menjeda ucapannya, menarik nafas untuk menahan tangis.

"Pelan-pelan Genta dengerin," pesan pemuda itu.

"Bela bilang mau nginep di panti, dia takut buat pulang karena Papa Mamanya tapi-- tapi ... " Suara Bude tersendat, ternyata air mata lolos jatuh dari pelupuk. " waktu Bude tinggal sebentar karena mikir Bela perlu bersihin badan, tapi ternyata Bela pergi dan anak-anak bilang dia bawa gunting."

Tangis Bude seketika pecah, Genta meraih bahu untuk di dekap. Tangan besar pemuda itu menepuk memberi ketenangan di bahu Bude. "Genta bakal cari, Bude. Genta janji bakal bawa Bela ke panti dengan selamat," bisiknga penuh keyakinan.

Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now