21. Anak tangga

258 63 18
                                    

"Bagian menyenangkan kala keluh kesah bisa didengar orang lain."

Hiruk-pikuk memenuhi kantin, tiga sejoli itu sudah duduk manis di salah satu meja di sudut kanan dekat pilar besar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hiruk-pikuk memenuhi kantin, tiga sejoli itu sudah duduk manis di salah satu meja di sudut kanan dekat pilar besar. Permukaan meja masih kosong--hanya sendok serta garpu yang setia bertengger di sana dengan satu wadah tisu--, sengaja belum diisi karena menunggu Zinara yang tak kunjung datang.

"Nara ganti baju aja lamanya kayak Anna make-up." Abi yang duduk sendiri di kursi panjang itu mengeluh. Pasalnya jam istirahat yang sudah termakan setengah dengan sia-sia, namun gadis yang ditunggu belum menampakkan batang hidungnya.

"Terdzolimi terus perasaan gue," gerutu Anna yang sibuk berpose di depan kamera gawai-nya.

"Dapet panggilan alam kali," sahut Agnes yang juga fokus ke layar ponsel.

Abi menghela nafas, bibirnya mencuat maju. "Keburu laper nih gue," lirihnya mengusap perut yang berisik minta diberi jatah. "Pesenin aja kali, ya. Palingan tuh anak makan siomay," ide Abi menatap satu persatu temannya.

Agnes berdeham sebagai jawaban, sedangkan Anna antusias menagngguk. "Kasian baby Papa Gibran udah kelaperan," canda gadis itu mengusap perut datarnya. Namun, diberi pelototan Agnes yang tak suka.

Abi yang selalu tanggap jika urusan pesan-memesan bangkit berlalu menuju stand penjual.

"Nes, prihatin banget, ya, jadi gue." Anna mengeluh, tetapi masih setia berpose. "Padahal Gibran cekep tapi males banget kalo gue ajak bikin snap," lanjutnya bercerita.

"Karna aku cakep makanya enggak mau bikin snap."

Satu suara menyahut, Anna mengembangkan senyum lebar, lain halnya dengan Agnes yang hanya mengangkat wajah sekilas dan melanjutkan bermain gawai.

Gibran bersama Genta yang mengekor mengambil duduk, menetapkan bokongnya di kursi.

"Nara mana?" Todong Agnes dengan pertanyaan tertuju pada Genta di hadapan.

Si empu yang ditanya mengedikkan bahu tak tahu-menahu. "Enggak sama kalian emang?" Ia balik bertanya.

Agnes menggeleng kecil. Gadis bersurai sepanjang bahu itu menyorot Genta dengan mata kecilnya. "Kalian enggak marahan lagi kan?" Kembali ia bertanya, kali ini terdengar menyelidik.

"Lo bahkan liat semalem Nara kegirangan abis nonton film di kamar gue." Genta mendengus menjawabnya. "Lagian gue enggak ngerasa lakuin kesalahan juga."

"Emang biasanya ngerasa? Bukannya keburu diambekin dulu baru sadar?" Agnes menggebu, mudah sekali terpancing.

Genta berdecih. "Gue enggak sesempurna itu, Nes. Temen lo aja yang gak mau cerita kalo gue salah, jadi yang perlu instrospeksi siapa?"

Garis wajah Agnes menegas. Meskipun Genta sepupunya, ia tak suka jika ada yang menjelek-jelekkan teman apalagi Zinara yang sudah lama mengenal. "Dasarnya lo--"

Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now