38. Fase

232 43 67
                                    

"Jika mencintaimu adalah suatu kesalahan, maka ku putuskan tak akan menyesal."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kamar tidur itu lenggang, kesan hangat kuat terasa. Lampu dimatikan hanya tersisa sinar minim warna kuning terang yang berasal dari lampu di atas nakas dekat ranjang menyinari ruangan. Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, namun gadis itu masih terjaga dengan sekujur tubuhnya yang terbungkus oleh selimut tebal bak kepompong.

Zinara menggerutu terus-menerus di balik selimut, kepalanya seakan ingin pecah memikirkan kejadian yang membuatnya merasa malu sekaligus menyakiti harga dirinya dalam bersamaan. Akhirnya selimut tebal ia sibak kasar, si empu beringsut bangun lanjut duduk bersila.

Flashback on..

"Sama sekali gue enggak pernah kasih dia harapan."

Jleb.

Yang mendengar meringis memandang Zinara prihatin, si empu diam seolah tubuhnya baru saja dihujam panah. Ia sudah terbiasa mendengar kalimat seperti ini dari mulut Genta, namun untuk didengar banyak orang itu suatu kesakitan yang tidak bisa dijabarkan. Malu, marah, sedih namun tak bisa benci. Zinara makhluk terbodoh di dunia.

"Kurang ajar, ya, lo!" Agnes murka, gadis itu melirik Zinara yang tak bergeming di tempat. "Punya otak enggak sih?! Lo bego apa gimana?! Hah, ngomong!"

Genta memalingkan wajah, benar-benar sepupunya ini gemar sekali menguji kesabaran. "Gue harus mikir gimana lagi sih, Nes? Tau gue tau Nara suka gue, terus gue harus gimana? Balik suka dia gitu, iya?" tanya berbondong pemuda itu.

Zinara semakin menekuk bibirnya saja. Ingin menangis tapi sadar tempat, alhasil ia hanya bisa menahannya dengan bibir bawah digigit keras.

"Ini masalah hati, Nes. Enggak segampang itu kasih semabarang orang meski udah lama kenal," jelas pemuda itu.

Lagi-lagi Zinara jadi merasa overthingking. Semabarang orang? Apakah itu sebutan untuknya? Sembilan tahun rupanya tidak berarti apa-apa bagi Genta.

Wajah Agnes memerah, menoleh lagi pada Zinara yang matanya berkaca-kaca. "Kalo gitu jauhin Nara. Jangan berlagak kasih harapan karna itu bikin dia makin yakin bisa milikin lo." Suara gadis itu tiba-tiba mereda, tak tersirat amarah lagi di sana. "Lo bisa kan jauhin Nara? Cukup sampe di sini aja lo jadi sumber sakitnya Nara. Sembilan tahun terlalu lama buat diterusin," pintanya sungguh-sungguh.

Genta diam termangu, bibirnya seolah kelu untuk berbicara. Fokusnya terbagi antara Agnes dan Zinara yang sedari tadi terus ditenangkan Anna dan Abi, sorot mata gadis itu penuh luka tapi Genta tak bisa melakukan apa-apa.

"Oke, gue bakal lakuin itu. Jauhin Nara sesuai sama apa yang lo minta," putus Genta menyetujui. "Kalo emang gue adalah sumber sakitnya dia, mulai detik ini kesakitan itu akan berhenti."

Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now