19. Langit jingga

348 66 32
                                    

"Aku bagai langit sore tanpa jingga, terbiasa ada namun biasa saja."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Usai mengganti seragamnya ke jersey basket Cakram, Genta duduk di kursi besi panjang samping loker--khusus anggota Cakram--, pandangannya kosong lurus ke depan. Entah memikirkan apa yang pasti terlihat jelas tengah gundah sampai-sampai Gibran yang baru kembali setelah mengambil barang di loker berniat menghampiri.

"Kenapa lo?" tanya Gibran ikut menetapkan bokongnya di kursi panjang itu.

Genta melirik sekilas lantas menggeleng. "Enggak kenapa-napa."

"Mama lo?" tebak pemuda berkemeja rapi itu.

Helaan nafas terdengar, Genta menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Mama?" Ia terkekeh,
"Bahkan otak gue aja nolak buat mikirin dia."

"Jadi Nara?" tebaknya lagi. "Kalian kenapa sih? Berantem? Tumben banget."

Gibran adalah saksi hidup bagaimana perjuangan seorang Zinara untuk menjadikan Genta kekasihnya. Delapan tahun berteman rupanya Gibran sudah tak asing dengan tingkah Zinara yang selalu menempeli teman lelakinya itu, jadilah dia tahu jika pantang bagi Zinara untuk marah pada Genta, meski dongkol sekalipun, Zinara harus tetap menahannya.

"Gue enggak tau salahnya di mana," ujar Genta beringsut duduk tegak, kali ini menoleh menatap Gibran lurus. "Cewek emang serumit itu?"

"Hah?" Pipi Gibran mengembung--menahan tawa--, pertama kali mendengar Genta membahas wanita, "Serius lo nanya itu?" Gibran perlu memastikan, siapa tahu tadi Genta hanya bercanda atau lebih parahnya kerasukan.

Genta menautkan alisnya. "Iya." Mengangguk polos, "Kenapa? Haram banget ya, gue tanya gitu?"

"Ya enggak. Cuma ya ... aneh aja, enggak biasanya tanya cewek apalagi ini, Zinara yang katanya temen." Gibran terkikik pelan, Genta yang melihatnya melengos.

"Baperan lo," tukas Gibran, "Dan buat pertanyaan lo tadi, cewek enggak selalu rumit--"

"Jadi bener rumit?" sela Genta.

Gibran berdecak. "Belum selesai," sinisnya.

"Ya udah lanjut." Genta bertopang dagu, siap mendengar penjelasan Gibran.

"Gue bakal kasih contoh yang gampang, misalnya Anna. Hubungan kita asalnya dari kata teman. Kita yang sering main bareng yang buat gue nyaman sama dia, meski kalo udah bikin snap enggak mau berhenti. Anna--"

Cuma Teman [TERBIT]Where stories live. Discover now