👻MDS 07 || SMA Pertiwi

5.8K 690 91
                                    

Jangan lupa vote dulu ya!

HAPPY READING :)



Sinar matahari pagi menyorot ke pinggir lapangan, tempat dimana tiang bendera berdiri menjulang.

Tepat di bawahnya dua orang murid hormat menghadap bendera merah putih yang berkibar tertiup angin.

"Cape?"

Sheina menengok sekilas, pertanyaan Ryan barusan tidak perlu dijawab. Lagipula tidak penting.

"Nih, biar ga kepanasan." Ryan memasangkan sebuah topi di kepala Sheina hingga membuat cewek itu terlonjak.

Mungkin karena keringat yang terus mengalir di dahi dan leher Sheina, Ryan jadi kasihan. Ternyata dia memiliki rasa empati juga.

"Ga usah." Sheina melepaskan topi itu dari kepalanya, lalu melemparkannya.

"Judes amat," gerutu Ryan.

Semakin lama, terik sinar mentari kian panas menyengat kulit. Bulir-bulir keringat juga bertambah deras membasahi leher.

Sheina sudah tak tahan lagi, apalagi tadi pagi dia belum sarapan. Tambah lengkap lah penderitaan ini.

"Oh iya, nama lo siapa? Masa dari tadi ngobrol tapi gue gatau nama lo," ucap Ryan tiba-tiba.

"Buat apa nanya begitu?"

"Yaelah, nanya doang."

"Kepo lo!"

Ryan mendengus sebal, sebenarnya ada apa dengan perempuan di sebelahnya ini? Padahal baru beberapa jam bertemu tapi Sheina selalu berhasil membuat Ryan kesal.

"Yaudah gue panggil Markonah."

"Gamau, jelek."

"Makanya kasih tau nama lo, apa susahnya?!" Ryan mulai emosi, tak habis pikir menghadapi sifat Sheina.

"Lagian ngapain sih nanya nama gue? Penting? Ga usah sok akrab!" bentak Sheina menaikkan nada suaranya, tak mau kalah melawan Ryan.

Tangan kanan Ryan kini sudah turun, mungkin dia lelah harus hormat terus. Kakinya ingin melangkah meninggalkan lapangan ini.

Buru-buru Sheina mencegah Ryan, memegang lengannya itu.

"Mau kemana? Hukumannya belum selesai."

"Gue cape, mau ke kantin," jawab Ryan santai.

"Tapi, nanti si nenek lampir itu marah! Eh siapa sih namanya?" Sheina mengusap-usap tengkuknya, mencoba mengingat nama sang guru BK.

"Biarin aja, gue ga takut. Kalo lo mau ikut gapapa."

"Maaf, gue bukan murid yang males-malesan kek lo."

Ryan membalikkan tubuhnya, berjalan ke arah kantin demi memuaskan dahaganya dan agar ia terlepas dari siksaan kejam guru BK ini.

Sementara Sheina masih setia berdiri dan hormat pada bendera meski sendirian di lapangan.

Jujur saja, perutnya sudah berbunyi berkali-kali menandakan bahwa ia lapar. Namun, semuanya ia tahan.

"Aduhh, laper. Apa gue ke kantin aja?" gumam Sheina.

"Ke kantin ga ya?"

Kali ini perutnya tak bisa kompromi lagi. Maka, Sheina putuskan untuk ke kantin saja. Lagipula tak ada yang mengawasinya.

•••👻•••

Kantin, tempat paling nyaman untuk membolos dan juga menghilangkan rasa lapar dengan berbagai hidangan yang tersedia.

MEREKA DI SINI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang