👻MDS 39 || Reinkarnasi?

3.2K 438 20
                                    

Kau tahu rasanya kehilangan seseorang? Terlebih lagi jika orang itu adalah harapan terakhir kita. Dia yang menemani kita di saat semua orang menjauh. Namun, kenapa kepergiannya begitu cepat?

Kira-kira, itu yang Sheina rasakan sekarang. Melihat secara langsung jasad temannya yang akan dibawa oleh polisi. Sedangkan ia hanya dapat berdiri termenung tanpa bisa berbuat apa-apa.

"Sekarang, beri penjelasan pada kami tentang apa yang kamu lakukan sebelum korban meninggal?"

Satu pertanyaan dilontarkan seorang polisi yang duduk di depan meja kayu, sementara Sheina duduk di sebrang. Kini Sheina tengah diinterogasi karena ia adalah orang terakhir yang bertemu dengan Ryan. Suasananya sama seperti di film. Menegangkan.

"Terakhir kali saya liat dia pas di bawah pohon. Dia yang nyuruh saya untuk pergi duluan ke perkemahan biar bisa cari bantuan, karena penyakitnya kambuh. Dia takut kalo tiba-tiba pingsan di tengah jalan," jawab Sheina sambil menunduk. Ia tak berani menatap balik mata polisi di hadapannya itu. Ditambah lagi ia tak suka berlama-lama di kantor polisi. Ia menganggap tempat ini cuma untuk orang-orang yang melakukan kejahatan.

"Kenapa kalian bisa ada di hutan?"

"Awalnya saya pergi ke sumur dekat perkemahan bareng temen saya, katanya dia sakit perut. Tapi, ga sengaja saya liat orang asing ngikutin saya—"

"Dan karena penasaran, kamu ikutin dia. Terus orang yang pergi sama kamu ke sumur itu balik lagi ke perkemahan untuk cerita ke temen-temennya. Lalu si korban berinisiatif cari kamu. Begitu?" papar si polisi melanjutkan ucapan Sheina sampai gadis itu pun tercengang.

Sang polisi menghela napas, mengubah posisi duduknya jadi bersandar pada kursi beroda, tangannya berada di atas meja. Dalam posisi begini, Sheina dapat melihat jelas nama si polisi beserta pangkatnya.

AKBP Arsatya Aditya. Kira-kira polisi itu berusia 32 tahun.

"Kamu pasti tau kondisi korban saat tewas. Ya, ada luka tusukan. Saya berpikir kalau ini kasus pembunuhan berencana. Sebenarnya saya ga mau berpikir negatif, tapi saya curiga kamu pelakunya."

Penjelasan macam apa itu?! Polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi mencurigai seseorang yang belum terbukti sebagai pelaku. Emosi Sheina tak dapat ditahan. Kalau dituduh begini, ia tidak mungkin diam saja dan menerima hukuman.

Sheina menggebrak meja hingga tercipta suara yang kencang, kemudian berdiri menatap tajam ke arah lawan bicaranya. "BAPAK NUDUH SAYA?! ADA BUKTI?"

"Kenapa kamu sampai marah begini? Kamu takut skenario pembunuhan kamu terungkap?" tanya Pak Satya seolah menantang Sheina.

"Saya marah bukan karena saya pelakunya! Tapi karena Bapak asal nuduh aja!" sungut Sheina.

"DIAM!" perintah Pak Satya seraya mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada Sheina sampai gadis itu duduk kembali.

Keduanya berusaha menahan amarah masing-masing agar interogasi ini menemukan titik terang.

"Saya memang ga punya bukti untuk menjadikan kamu sebagai pelaku. Tapi, dari kronologi kasus ini, kamu bisa aja ikut andil dalam pembunuhan karena kamu yang terakhir liat korban. Atau mungkin ... kamu kerjasama dengan orang misterius yang kamu liat itu. Jadi, kamu sengaja ngikutin dia biar korban datang selamatin kamu. Setelah pastiin ga ada siapapun yang liat, kamu dan orang misterius itu langsung melancarkan aksi, lalu membuang barang bukti. Benar begitu?"

Cukup! Sheina sudah muak mendengar semua penjelasan gila dari polisi abal-abal ini. Memang benar ia orang terakhir yang melihat Ryan, tapi bukan berarti dapat disimpulkan bahwa ia pelakunya. Lagipula tidak ada barang bukti.

"Kasus ini termasuk ke dalam pembunuhan berencana. Kamu bisa kena pasal 340 KUHP, hukumannya pidana mati atau penjara paling lama 20 tahun. Apalagi kamu tadi sempat membentak saya, hukumannya bisa saja bertambah. Lebih baik kamu serahkan barang bukti dan mengaku kepada saya," ucapnya lagi, terus mendesak Sheina agar mengakui perbuatan keji yang jelas-jelas tidak Sheina lakukan.

MEREKA DI SINI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang