👻MDS 13 || Keputusan

4.1K 595 45
                                    

Baca cerita ini ketika malam lebih enak🙂

Jangan lupa vote + komen

Happy reading!


"Aku tau kamu akan membukanya."

Langkah Sheina berhenti bersamaan dengan cengkraman tangannya di knop.

Keinginan untuk memutar handle pintu langsung dilupakan oleh Sheina. Takutnya yang ada dibalik sana bukan orang bagaimana?

Sheina merasa jantungnya berdegup kencang dan tangannya seketika dingin.

Perlahan Sheina mundur, mencondongkan tubuhnya demi melihat siapa orang di depan pintu melalui lubang kunci.

Meski gelap gulita, Sheina masih dapat mengetahui pria berjaket yang berdiri menunggunya membukakan pintu.

Pria itu Rey.

Sedikit Sheina menghirup udara, setidaknya ia bisa bernapas lega.

"Masuk aja," ucap Sheina sembari membuka pintu lebar tanpa ragu.

Nihil. Tak ada sosok Rey yang ia lihat tadi. Apa maksudnya ini? Apakah abangnya itu mengerjai Sheina?

"Awas kalo ketemu!" gerutu Sheina.

Sheina hendak keluar mencari Rey, namun terhalang oleh sebuah tubuh manusia yang tiba-tiba saja muncul bergelantungan di atas.

Lidahnya menjulur seolah-olah meledek Sheina. Lehernya terikat tali, layaknya orang bunuh diri.

Tubuh kurus yang hanya terbalut kain putih panjang itu terus berayun-ayun, sementara Sheina terjatuh sampai duduk di lantai putih nan dingin.

Sheina memeluk lututnya sendiri, menangis tanpa suara. Berharap Rey atau seseorang datang sekarang.

"Sheina ...."

Hantu itu menatap Sheina lekat, memanggil namanya berulang-ulang.

"Kenapa dia bisa tau nama gue? Apa dia liat di kartu keluarga ya?" gumam Sheina disela-sela tangisannya.

Klik!

Lampu kembali menyala, semua ruangan menjadi terang seperti sedia kala. Apa yang barusan terjadi?

Rasa takut Sheina perlahan memudar, digantikan ekspresi terkejutnya saat mendengar Rey memanggilnya.

"Na, lo udah pulang?!" tanya Rey dengan mode berteriak karena ia berada di ruang makan.

Sheina masih setia memeluk lututnya, membenamkan wajahnya sendiri.

Pintu sedari tadi terbuka, Rey yang melihatnya langsung menghampiri sebab penasaran.

Benar dugaannya, Rey menemukan Sheina dalam keadaan menangis.

"Lo ngapain? Lagi main petak umpet?" Rey mencerca Sheina dengan beberapa pertanyaan hingga membuat adiknya itu mendongakkan kepalanya.

"Lah nangis?"

Sheina bersiap siaga, bisa saja orang yang di depannya ini adalah hantu. Ia belum percaya sepenuhnya.

"JANGAN DEKET-DEKET!" teriak Sheina lantang seraya menjauhkan tangan Rey yang menghapus air matanya.

"Hah?"

"Gue tau lo bukan bang Rey!"

"Apaan sih, lo waras? Gue Rey anjir, abang lo yang paling ganteng."

Kedua netra Sheina mengerjap sesekali. Dia mulai mengerti bahwa orang ini benar-benar abangnya.

Terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Biasanya Rey asli akan berbicara gue lo dan segera membuka pintu tanpa mengetuk dulu.

Sedangkan hantu tadi berbicara aku kamu dan mengetuk pintu.

Sheina paham sekarang, hantu pun lebih sopan dari Rey. Ck!

"Kesurupan lo? " Rey bertanya sekali lagi agar Sheina tak melamun.

Sheina memalingkan wajah ke arah atas pintu, tempat hantu berlidah panjang itu bunuh diri. Tak ada  tanda-tanda atau bekas tali di atas sana.

"Ta-tadi, Sheina liat hantu."

"Nah, makanya lo nurut sama gue. Gue ga mau lo hidup kayak gini mulu."

Alih-alih menuruti saran Rey, Sheina malah menolaknya mentah-mentah. Ia bersikukuh pada pendiriannya.

Pendapat Sheina kalau hantu yang Ia temui hari ini hanya lah iseng saja. Mungkin mereka bosan tidak punya kerjaan atau bahkan mengajak Sheina berteman.

Berteman dengan makhluk tak kasat mata? Membayangkannya saja bikin merinding.

"Ngga! Pokoknya Sheina ga mau ngelakuin ritual atau apalah itu," tolak Sheina.

"Dengerin gue, Na. Kita cuma berdua di sini, gue ga bisa selamanya jagain lo. Kapanpun pasti kita bakal berpisah. Kali ini aja turutin kata-kata gue."

Sheina terdiam, tak ada niatan untuk protes atau menolak. Ucapan Rey menyerbu pikiran Sheina.

Kalimat itu ... seperti kalimat perpisahan.

Bulir bening mengalir deras dari pelupuk mata Sheina. Ia menangis.

"Kenapa nangis lagi? Jangan nangis terus, nanti cantiknya luntur," ucap Rey menenangkan Sheina.

Rey sengaja duduk di sebelah adiknya dan menyandarkan kepala Sheina di pundaknya.

"Abang jangan ngomong gitu, Sheina takut tinggal sendirian," lirih Sheina.

"Ngga, bercanda doang," jawab Rey enteng.

"Yaudah, Sheina mau lakuin kata-kata abang."

Senyum Rey mengembang, akhirnya setelah pertengakaran sengit dan drama tangisan, Sheina  setuju atas sarannya.

Tinggal persiapkan segala hal untuk melakukan 'ritual'.

To be continued

MEREKA DI SINI [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang