Act 002: Part 1

25 6 4
                                    

Rumah Nick berada di pinggir jalan raya, diapit oleh sebuah toko roti kecil dan toko bunga yang saat ini sudah tutup, sedangkan lampu di lantai atas menyala yang artinya pemilik toko pun tinggal di sana. Gadis itu hafal betul daerah ini karena sudah melewatinya berulang kali ketika pergi jalan-jalan dengan ayahnya. Jalan ini adalah salah satu rute menuju toko pusat elektronik favorit ayahnya. Sekiranya dalam sebulan ini ayahnya telah mengganti televisi dua kali, ponsel sekali, dan membeli oven kecil yang akhirnya rusak setelah bertahun-tahun dipakai.

Jalan ini tidak seramai jalan lainnya karena kebanyakan destinasi keramaian—seperti perkantoran, pabrik, sekolah, pusat perbelanjaan terbesar—tidak lewat sini. Sebenarnya bisa saja lewat jalan ini, tapi masih ada jalan alternatif yang lebih dekat. Itulah mengapa dari sejak pukul sembilan malam sampai esok pagi sangat jarang orang berlalu-lalang. Cocok untuk orang-orang yang menginginkan ketenangan.

Banyak orang yang tinggal di daerah ini, tapi kebanyakan dari mereka adalah keluarga dari kelas menengah ke bawah. Rumah mereka kecil-kecil dan rapat. Tapi lingkungan sangat bersih dan asri. Pohon selalu mengisi trotoar setiap beberapa meter. Mobil-mobil terparkir rapi dan tidak terdengar sedikit pun keributan dari dalam rumah ke luar. Semuanya beristirahat dengan tenang.

Gadis itu dan Nick pun berhenti di sebuah rumah tua dua tingkat dan satu tingkat ruang bawah tanah yang memiliki cat berwarna merah bata bercampur krem. Terdapat sebuah undakan cukup tinggi menuju pintu rumah yang berada di tengah-tengah bangunan. Di pinggir tangga sebelah kiri terdapat sebuah daerah kecil di mana pemilik rumah dapat meletakkan beberapa tanaman hias favorit mereka. Sementara di sebelah kanan adalah tembok yang sedikit maju berbentuk tiga persegi dan pada setiap sisi terdapat tiga jendela yang tertutup tirai, tetapi cahaya lampu menembus ke luar. Lantai atas pun memiliki bentuk yang sama.

Nick memarkirkan motornya begitu saja di belakang sebuah mobil sedan tua yang sudah dimodifikasi sedemikan rupa. Mobil hitam tersebut sangat bersih seakan setiap hari selalu dicuci.

Mereka menaiki undakan, lalu Nick mengeluarkan kunci dari saku celana untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, keduanya terkesiap mendapati seorang wanita tua tengah berkacak pinggang dan tampaknya dia tidak menyukai kehadiran mereka berdua.

Wanita tua itu menghadang Nick dan gadis itu masuk ke rumah. Wanita tua itu pun berseru tanpa memedulikan tetangga yang mungkin sudah bermimpi indah.

"Siapa ini? Pacarmu? Bawa pulang! Di sini bukan tempat untuk—"

Tiba-tiba Nick kehilangan keseimbangan sehingga dia ditangkap wanita tua yang tadinya akan mengomel itu. Dagu wanita itu membentur kepala Nick yang masih mengenakan helm. Wanita itu pun meringis sambil merutuk, "Aduh, duh!"

"Dia bukan pacarku, Nek," Nick masih berusaha menjelaskan walau ingin muntah. "Dan maaf soal helmku."

Wanita tua itu pun dengan matanya yang katarak memandang Nick, lalu memandang gadis itu, dan kembali memandang Nick. Tiba-tiba warna di wajah wanita yang dipanggil Nenek oleh Nick berubah pucat. "Energimu, ada apa?"

Gadis di belakang Nick yang masih berdiri di undakan rumah dengan malu-malu menjelaskan. "Dia menolongku dari pria-pria menakutkan. Uh ..., maaf, Nyonya, boleh aku masuk? Aku takut mereka akan melihatku jika aku masih di luar."

"Ya, ya. Cepat. Lalu sana ke lantai atas, panggil Ferus untuk membopong anak ini," kata Nenek.

Fetus? Gadis itu pikir apakah dia salah dengar.

Nick tampak bersusah payah melepaskan kunci helm di bawah dagunya dengan tangannya yang loyo seperti jeli. Gadis itu pun dengan tanggap membantunya dan menggantungkan benda tersebut ke gantungan jaket yang berada di sebelah pintu.

Eyes of the Damned [2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang