Act 005: Part 2

21 3 2
                                    

Warna mata Jessie telah berubah kuning cerah bagaikan emas. Gadis itu sedikit menunduk untuk menatap mata Ferus. "Maaf ya, ini supaya lebih cepat."

Ferus hanya bisa mengangguk beberapa kali. Dia sangat berharap wajahnya tidak berubah merah seperti penderita gatal-gatal.

Namun, Jessie belum selesai mencengangkan Ferus. Gadis itu pun berlari secepat kilat menuju UKS hingga Ferus tanpa sengaja memeluk leher Jessie erat-erat agar tidak jatuh. Mereka sempat melewati koridor ruang loker di mana beberapa anak rajin sudah sibuk berlalu-lalang. Ferus harap saking cepatnya Jessie berlari, mereka hanya akan terlihat seperti penampakan setan lewat yang diiringi jeritan melengking berasal dari mulut Ferus. Satu lagi harapan Ferus adalah kepanikannya tidak membuat perutnya tiba-tiba memberontak, dan cukup bayangkan sendiri apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hanya saja berkat Jessie yang cepat tanggap, Ferus berhasil diantar ke toilet UKS tanpa harus terjadi kejadian yang tidak-tidak. Jessie masih menunggunya di UKS sampai Ferus ke luar, kemudian dibantu seorang perawat untuk berbaring di ranjang.

"Ampun ...," Ferus mengerang, meletakkan lengan di atas matanya yang terpejam. "Terima kasih, Jessie. Yang tadi itu luar biasa."

Jessie duduk di ujung kasur, tersenyum lembut pada Ferus. "Tidak masalah. Oh, iya. Ponselmu? Biar aku menghubungi Nick."

"Ah, iya." Ferus dengan gugup merogoh saku celana untuk menyerahkan ponselnya pada Jessie.

Sebuah pertanyaan menyembul dalam benak Ferus sedari tadi. Bingung apakah hal itu perlu ditanyakan dan bagaimana cara menanyakannya. Saat ini bahkan dia sepenuhnya menghadap samping. Membayangkan sekarang Jessie dan dia berduaan saja di dalam bilik UKS membuatnya semakin panas. Perutnya yang semula sakit karena diare kali ini melilit akibat perasaan grogi yang meledak-ledak.

Penyesalan datang ke sekolah hari ini tiba-tiba sirna begitu saja. Di sisi lain, dia ingin meloncat kabur dari sini.

Ferus menelan ludah, perlahan berbaring biasa supaya dapat melihat Jessie yang sedang sibuk dengan ponsel Ferus. Tadinya dia akan menanyakan hal yang sudah berputar-putar di pikirannya, tapi ketika melihat Jessie sedang sangat gugup mengetikkan sesuatu, Ferus mengurungkan niatnya dalam-dalam.

Gadis itu pasti sedang mabuk asmara berbicara dengan Nick walau hanya lewat pesan elektronik. Melihatnya dengan dekat seperti ini membuat Ferus kembali berpikir. Selama ini dia kira Jessie adalah tipikal cewek yang memanfaatkan fisiknya untuk mendapatkan perhatian. Teman-teman cowoknya banyak. Ferus pun terpancing kail gadis itu. Gadis-gadis yang berteman dengannya pun cantik-cantik. Ternyata gadis ini sama lugunya dengan gadis-gadis biasa. Perbedaannya adalah Jessie punya nilai plus.

Satu-satunya orang yang tidak bisa Jessie pancing adalah Nick. Dan masalah utamanya bukan karena daya tarik Jessie tidak memikat Nick. Bahkan siapa pun tidak ada yang berani mendekati Nick karena tampangnya saja sudah seperti ingin mengajak duel seseorang. Sekelas anak geng paling berkuasa di sekolah saja tidak berani. Belum lagi statusnya sebagai Mata Merah yang merupakan ras paling berkuasa di sejagat raya. Bagaimana Jessie bisa mendekati orang itu jika semua orang sepakat untuk menjauhi Nicholas Lincoln? Sepertinya kenyataan tentang gadis-gadis yang menyukai bad boy dingin tapi tampan itu memang nyata.

Rupanya Jessie menyadari Ferus telah mengamatinya lebih dulu. Gadis itu sedikit terkejut. "Eh, kenapa, Ferus?" Matanya bergetar, tampak seperti tertangkap basah sedang menggandrungkan idolanya.

"Ah, itu .... " Ferus memalingkan muka. Lidahnya serasa kelu, tapi dia memaksa dirinya untuk bicara. "M-mata kuning itu ... apakah kamu vampir?"

"Oh." Jessie mendekatkan tangan pada matanya, tampak ingin menyentuhnya. "Iya," jawabnya dengan malu.

Eyes of the Damned [2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang