Act 005: Part 1

17 4 0
                                    

Ferus punya penyakit asam lambung cukup parah. Dan dia melupakan hal itu ketika kemarin malam makan empat burger andalan Burger Jump, restoran yang terkenal dengan keaslian daging merah serta keju melimpah. Musuh bebuyutan perut Ferus yang sedikit-sedikit sensitif.

Sekitar pukul empat pagi dia terbangun dengan perut penuh gas dan rasa ingin muntah. Setiap sendawa yang keluar dari mulutnya, dia dapat mencium kembali bau daging merah yang tadi malam dia makan secara berlebihan, tetapi kali ini lebih parah karena bercampur dengan bau busuk ... asam lambung? Atau apa pun itu, dia tidak tahu. Yang jelas membuatnya semakin ingin memuntahkan seluruh isi perutnya.

Ferus pun bersendawa, membuka mulutnya selebar mungkin tapi bau menjijikkan itu masih tercium. "Oh, sialan," erangnya.

Perutnya tiba-tiba melilit serasa ditusuk-tusuk. Sesuatu yang membahayakan ingin menerjang keluar dari usus besarnya yang untungnya masih bisa dibendung di ujung bokong. Cepat-cepat dia bangkit dari kasur tingkat terkutuk yang berada di atas. Sebenarnya itu salahnya sendiri karena dia ingin tidur di atas, entah mengapa serasa lebih keren saja dibanding Nick yang tidur di kasur bawah. Sekarang lihat saja, dia buru-buru turun tangga yang justru menyebabkannya terpeleset dan terguling di lantai dengan keras.

Nick yang tadinya sedang mendengkur kontan terduduk tegak, mengamati Ferus yang meringis kesakitan berusaha berdiri kembali. Masih tidak mengerti situasi, Nick setengah sadar menertawainya. "Woah, mimpi apa kamu sampai jatuh begitu?"

"Perutku sakit," jawab Ferus sesingkat mungkin, memaksa pintu kamar terbuka lebar sampai membentur dinding.

Tentu saja yang keluar dari perutnya tidak normal dari biasanya. Bayangkan saja keran air yang dibuka dengan volume paling tinggi. Kedua lengannya menekan perut, membungkuk sambil mengeluh kesakitan. Perlahan air mata menitik sampai hidungnya tersumbat dan suhu kepalanya menaik. Dia pun menangis tersedu-sedu.

"Burgernya enak tapi bisa menyiksaku sampai mau mati," ucap Ferus pada diri sendiri di tengah tangisan.

Cukup lama Ferus menongkrong di kamar mandi. Berulang kali dia membuang cairan hingga tubuhnya tak berdaya. Jantungnya panas bukan main serasa terbakar hebat. Degupnya pun keras dan berdenging mengisi telinga. Ferus tidak tahu sudah berapa lama dia menahan sakit. Dia khawatir akan begini terus sampai waktu sekolah sudah dekat.

Hingga akhirnya, setelah ribuan harapan yang dia panjatkan, rasa ingin buang air besar itu perlahan menghilang. Meskipun ulu hati serta bagian perut tengah masih berdenyut menyiksa. Dirinya tetap berdiam di kamar mandi karena dia yakin dalam beberapa menit ke depan rasa ingin buang air besar itu akan cepat kembali. Setidaknya dia membawa ponsel yang akan menemaninya bersemedi dengan sabar.

Menggulirkan halaman sosial media, Ferus pun bertemu dengan unggahan sosial media milik Jessie. Sebuah swafoto telah Jessie unggah tadi malam. Gadis itu mengenakan jubah mandi dan seluruh rambutnya diikat dalam handuk. Matanya yang memiliki bulu mata lentik terpejam dan bibirnya sedikit terbuka menunjukkan dua baris gigi depannya bak model lipstik. Pada deskripsi tertulis: "No Caption".

Ferus semakin menangis, lalu sensasi ingin buang air besar itu kembali. "Tidaak .... Aku tidak bisa begini di hadapan Jessie bidadariku."

"Kawan, bagaimana perutmu?" Seolah hantu yang tiba-tiba muncul, rupanya Nick sudah berada di depan pintu kamar mandi.

"Aku tidak akan masuk sekolah hari ini. Bagaimana kalau bokongku bocor di depan Jessie?" Ferus pun menyedot ingusnya.

Sempat Nick tidak bersuara sedikit pun, tampaknya sedang berpikir. "Hmm, oke .... Mungkin kita bisa tunda rencana sampai besok. Aku akan beritahu pada Nenek kamu tidak bisa sekolah hari ini. Obatmu sudah kuletakkan di mejamu." Selanjutnya dia bergumam, "Sayang sekali padahal jam pelajaran pertama Ferus hari ini kelas seni." Terdengar langkah Nick menjauh dari pintu kamar mandi.

Eyes of the Damned [2018]Where stories live. Discover now