Act 010: Part 2

11 2 0
                                    

"Nick!" Gadis itu menjawab. Dia pun mencari Nick dan Ferus, muncul dari balik lemari besar. "Kalian!"

"Yukaaa!" Ferus menjerit sampai menangis tersedu-sedu.

"Nah, muncul tiba-tiba seperti ini lebih baik daripada seperti di bioskop waktu itu." Nick tidak bohong, dia benar-benar memuji gadis itu.

"Hehe." Yuka dengan kikuk mendekat.

Yuka pun memeriksa tangan Nick. Dari tas selempang yang dia gunakan, dia keluarkan pisau lipat kemudian memotong pita plastik yang membelenggu Nick dan Ferus.

"Akhirnya." Nick meregangkan telapak tangannya yang terasa pegal.

"Kamu panas lagi, Nick," ujar Yuka khawatir.

"Energi kami disedot habis oleh Sam, jadi aku kehabisan tenaga lagi seperti waktu itu." Namun saat ini adrenalin Nick sedang sangat tinggi, dia tidak merasakan lelah sedikit pun.

Ferus pun mendekat pada mereka berdua. "Bagaimana dengan kebakarannya, Yuka?"

"Itu kebakaran yang kubuat-buat. Jaraknya tidak jauh dari sini dan semakin besar. Itu yang membuat kita harus segera pergi dari sini. Dan lebih baik bawa cewekmu, Nick." Selama satu detik Yuka menghentikan kata-katanya sebelum menunjuk jempol ke belakang. "Um, maaf telah membuatnya babak belur sampai pingsan."

Nick memandang Yuka dengan heran yang tak terkira-kira. "Sebenarnya kamu ini apa? Bukannya kamu melawan pengawal Paman Ethan saja tidak bisa?"

Gadis itu hanya tercengir canggung dan mengedikkan pundak.

Mereka pun bergegas pergi dari tempat. Benar saja, orang yang tadi Yuka lawan adalah Jessie. Saat ini wujud Jessie sangat aneh—memiliki sayap, kukunya panjang begitu pun taringnya. Selain itu warna kulitnya lebih pucat dari biasanya dan urat-urat timbul di sekitar pelipis, leher, dan lengannya. Nick harap itu bukan karena gadis ini kehabisan tenaga, melainkan karena hampir bertransformasi menjadi vampir seutuhnya.

Saat Nick hendak meraih Jessie, tangan gadis itu tahu-tahu mencengkeram lengan Nick cukup kuat. Nick tersentak begitu pun yang lain, tapi Jessie segera bicara biarpun cara bicaranya seperti orang mabuk.

Gadis itu menekan-nekan keningnya. "Nick, maafkan aku."

Kecemasan Nick tentang Jessie yang perlu diselamatkan akhirnya luruh begitu saja mendengar rupanya gadis ini sudah kembali. "Jangan khawatir."

"Bukti Sam," ucap Jessie dengan lemah, "lantai atas."

Selama beberapa saat Nick tertegun. Di luar sana sedang terjadi kebakaran hebat, Yuka sendiri bilang mereka harus cepat pergi dari tempat ini. Namun jika Nick ingin menyelesaikan kasus, dia harus mengumpulkan bukti di lantai atas. Mungkin tidak akan memakan waktu cukup lama, tapi bagaimana kalau ternyata api lebih cepat darinya?

"Ayo!" Yuka berseru. "Kita harus cepat pergi dari sini."

"Kalian bawa Jessie ke mobil. Aku akan ke atas untuk mengumpulkan bukti terlebih dahulu."

Tanpa menunggu konfirmasi siapa pun Nick lekas naik ke lantai satu. Di belakang semua orang meneriaki namanya. Pada momen seperti ini sejujurnya dia terharu banyak orang yang peduli dengannya. Bisa dibilang serasa menjadi pahlawan. Namun ini bukan waktu yang tepat untuk tersanjung, apalagi ketika dia sudah sampai ke lantai satu. Di luar jendela api hampir menelan seisi hutan. Sebentar lagi api itu pun akan merambat ke kabin.

Dia pun melompati dua anak tangga sekaligus menuju lantai atas. Satu per satu ruangan dia dobrak hingga akhirnya menemukan salah satu ruangan yang berisi sebuah laboratorium kecil-kecilan. Nick pun mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah aplikasi dan meletakkannya di atas meja. Ponsel itu pun memancarkan cahaya hologram berwarna merah ke langit-langit, perlahan turun memindai tembok, barang-barang yang terkena cahaya, dan terus ke bawah lagi.

Nick gemas melihatnya. "Cepat ...."

Sambil menunggu dia berkeliling untuk mengumpulkan bukti fisik. Dari kedua tangannya muncul cahaya merah, membungkus tangan dan membentuk sarung tangan karet. Setelah itu dia mengambil hampir seluruh benda yang ada di depan matanya: suntikan, senjata api, sarung tangan karet, sendok, lesung dan alu laboratorium, sebuah stoples kaca yang berisi kristal warna-warni mencurigakan, serta silinder-silinder yang disumbat dengan tutup berbahan gabus berisi aura magis entah asalnya milik siapa. Seluruh benda itu Nick masukkan ke dalam brankas, dan ketika dia pikir segalanya sudah cukup, ponselnya yang tengah memindai ruangan pun menyelesaikan tugasnya.

Kakinya dengan tangkas menuruni anak tangga, mendapati asap telah menyelimuti ruangan dan kaca jendela pecah akibat panas luar biasa. Hawa panas dan kobaran api yang tertiup angin meremangkan kulit Nick. Tawa nenek sihir dan keluarga gilanya itu kembali berdengung dalam telinganya. Keringat seketika membanjiri seluruh tubuhnya.

Pening merebak ke seluruh kepala. Tubuhnya goyah menubruk kursi, beruntung tangannya masih bisa menahan beban badannya. Dia pun mengerahkan seluruh tenaga pada tangan dan kaki untuk mendorong badannya agar bergerak maju. Keras jantungnya berdetak, napasnya mulai tersengal-sengal. Napasnya tercekik akibat trauma dan asap yang mengerubungi ruangan.

Sebuah pohon pun roboh ke arah kabin, menerobos atap hingga lantai dua. Akibat kualitas kayu yang tidak seberapa dengan mudah lantai dua pun ambruk di belakang Nick. Segera apinya menjalar ke dinding dan lantai, kemudian ke perabotan.

Akhirnya Nick mencapai ke depan pintu. Di depan sana sebuah mobil van terparkir. Lalu dari jendela sopir kepala Yuka menyembul, memanggil-manggil nama Nick. Hanya saja Nick sudah tidak tahan dengan napasnya yang tercekat. Lantas dia jatuh ke tanah.

Tubuhnya langsung berubah sepanas api dan sedingin es di waktu bersamaan. Memusingkan. Seluruh indranya secara nyata dan mental bergiliran mengusik kelancaran berpikir, antara pemandangan kebakaran dan suara-suara kertak kayu, dan suara tawa keluarga penyihir gila di masa lalu.

Ferus dan Yuka sampai turun dari mobil untuk menyeret Nick masuk mobil, memanggil-manggil namanya. Nick sadar, akan tetapi entah mengapa dia tidak bisa merespons. Bahkan untuk bernapas dengan benar saja sulit seakan fungsi organ tubuhnya memburuk. Sentuhan Ferus dan Yuka pun bagaikan tancapan duri, tubuhnya serasa diseret di atas aspal panas.

Tidak. Hentikan. Jangan membuat masalah di saat seperti ini. Kejadian itu sudah berlalu. Kejadian itu sudah berlalu. Kejadian itu sudah berlalu.

Ketika cahaya jingga itumembesar melahap seluruh kabin, menyilaukan di tengah gelapnya hutan—samapersis seperti kejadian traumatis itu—Nick tidak tahan lagi. Semuanya berubahgelap gulita bersama gravitasi yang menariknya jauh ke dalam kekelaman.

Eyes of the Damned [2018]Where stories live. Discover now