Act 002: Part 2

18 3 1
                                    

Dia pun berpindah ke sofa yang sebelumnya diduduki Ferus. Sejenak termenung menatap pada foto keluarga yang dipajang besar-besar di atas televisi di sampingnya. Foto keluarga itu terdiri dari Nenek, Ferus, dan seorang pria tua yang Yuka yakin adalah kakeknya Nick dan Ferus. Pria itu memiliki pundak lebar, kumis tebal, tapi entah mengapa dia terlihat sangat lemah lembut. Mungkin karena tubuhnya sudah bungkuk biarpun terlihat lebih gagah dari pria biasa. Di balik kumisnya dia sedang tersenyum lebar sehingga kumisnya sedikit terangkat dan matanya sedikit mengecil membentuk beberapa kerutan. Nenek dan kakek itu duduk di sofa berbahan beludru warna biru tua dengan aksen emas pada kerangkanya, sedangkan Nick dan Ferus berdiri di belakang berpose ceria. Yang paling menggemaskan adalah warna pakaian mereka biru seragam.

Tiba-tiba Nick sedikit mendengkur mengagetkan Yuka dari lamunannya. Sesekali dengkurannya berubah keras yang membuat Yuka perlu menahan tawa. Dia pura-pura mengusap hidungnya dan menarik napas dalam-dalam.

Setelah dengkuran Nick perlahan menghilang, Yuka kembali memperhatikan cowok itu. Jika dipikir-pikir lagi keberadaan Nick di rumah ini terasa asing. Maksudnya, tidak sedikit pun ciri fisik Nenek dan Ferus—bahkan sang kakek, ada pada Nick. Warna kulit Nenek, Ferus, dan kakek lebih cokelat dan struktur wajahnya secara keseluruhan tidak sama dengan Nick. Nenek, Ferus, dan kakeknya memiliki rahang dan dagu lebar. Alis mereka tebal-tebal. Rambut Ferus ikal berwarna hitam, tidak tahu dengan Nenek dan kakeknya karena rambut mereka sudah beruban, tapi memang sama ikalnya. Lalu hidung mereka besar dan padat.

Sedangkan Nick memiliki kulit yang sangat putih. Rahang yang tegas tetapi terlihat lebih lonjong dan tirus ketika mencapai dagu. Hidung Nick pun tidak terlalu mancung tapi setidaknya lebih mancung daripada Nenek dan Ferus, bentuknya pun langsing. Alis bahkan bulu matanya berwarna pirang terang ....

Seperti tokoh elf di sebuah film fiksi. Menawan dan gagah.

Tiba-tiba jantung Yuka sedikit berdegup lebih cepat. Dia memang memiliki selera seperti itu, apalagi Nick telah menolongnya. Dia pikir wajar saat ini dia sedang berbunga-bunga. Wajah bahkan sampai ke telinganya terasa panas. Dia pun memutuskan untuk keluar dari ruang televisi dan melihat ke lantai atas karena merasa gerah tak masuk akal.

Di sana terdengar Nenek dan Ferus sedang sibuk membersihkan kamar sambil berbincang keras. Selain itu Yuka juga melihat kakek yang barusan dia amati di foto, dia tidak berbicara apa pun selain memindahkan beberapa barang.

"Letakkan saja boksnya di situ! Kalau ditaruh di situ malah menghalangi jalan," seru Nenek.

"Iya, iya. Bawel banget," Ferus mencibir dengan sebal. Setelah itu Ferus bersin dua kali. "Mana mau cewek tidur di sini? Nick saja tidak mau pindah ke sini."

"Makanya bersihkan dengan benar. Jangan kecentilan, bersih-bersih saja tidak mau," Nenek menggerutu, lalu tiba-tiba berubah lembut ketika bicara pada suaminya. "Sayang, lanjut tidur saja."

Pria tua itu bicara dengan bahasa isyarat. Yuka tidak mengerti apa yang dia katakan, tapi tampaknya pria itu tetap ingin membantu.

Yuka mengurungkan niatnya untuk membantu karena sepertinya dua orang itu saja bertengkar terus, apalagi kalau sampai dia ikut campur. Lagi pula ada kakeknya Ferus juga yang sepertinya sudah cukup meringankan beban mereka. Bingung harus melakukan apa, dia kembali ke sofa barusan. Bersandar menyamping, membelakangi Nick. Supaya tidak merasa aneh lagi.

Dia pun merogoh ponselnya yang sedari tadi berada di saku. Di notifikasi, terlihat kontak bernama "Ayah" telah meneleponnya puluhan kali.

Yuka pun mematikan ponselnya. Kembali memasukkannya ke dalam saku. Setelah itu dia memejamkan mata. Tanpa disadari ternyata dia juga kelelahan hari ini. Namun terdapat suatu kelegaan besar di dalam hati yang membuatnya sangat nyaman berada di sini. Ruang untuk dirinya bernapas membentang luas seperti berada di tengah ladang rumput dengan langit biru dan angin sejuk. Sampai-sampai air mata menitik di ujung matanya, tapi segera dia seka. Dengan cepat, kantuk segera mengantar kesadarannya ke alam lain.

***

Sekitar pukul dua malam setelah Yuka tertidur beberapa saat akhirnya kamar yang dibereskan selesai.

Meski begitu, Yuka setuju dengan Ferus. Jika boleh jujur kamar ini tidak nyaman ditempati, bahkan lebih nyaman tidur di sofa walau dengan posisi duduk. Kamar ini apek, tidak memiliki jendela. Dipan kasur sudah reyot, setiap kali Yuka bergerak suaranya yang menyedihkan menjalari dinding. Biasanya suara akan terdengar lebih keras pada saat malam hari, membuat Yuka khawatir kalau suara itu akan mengganggu orang lain. Debu-debu sebagian belum hilang, Yuka beberapa kali bersin di dalam sini. Lalu tumpukan dus di depannya tidak semuanya bisa dipindahkan, membuat ruangan ini hanya muat untuk seseorang melangkah menyamping. Satu-satunya ruang gerak yang lebih luas adalah berjalan atau berguling-guling di atas kasur queen size yang menjadi penyebab kamar ini begitu sempit. Lagi pula kasur ini sepertinya sudah sangat tua sampai-sampai sebuah pegas mencuat, walau keadaannya terlihat lebih baik karena dilapisi seprai. Sepertinya ruangan ini lebih pantas disebut gudang daripada kamar tidur. Namun Yuka tidak punya pilihan karena tidak nyaman hati dengan Nenek dan yang lain yang sudah repot-repot membersihkan kamar ini untuknya.

Karena itu Yuka tidak bisa tidur sampai pagi. Apalagi dia masih gelisah mengenai apa yang harus dia lakukan selanjutnya setelah ini. Dia tidak mungkin selamanya di kediaman Nick. Tentu saja dia memiliki sejumlah uang tersimpan di akun elektronik yang dapat diakses melalui ponselnya. Namun uang tersebut harus dikeluarkan seluruhnya secara tunai kecuali dia sengaja ingin meninggalkan jejak transaksi di suatu tempat. Dan dia yakin uang tersebut tidak akan cukup untuk membantu hidupnya selama kabur dari rumah yang entah berapa lama. Sewa apartemen selama sebulan mungkin cukup, tapi apakah itu waktu yang cukup untuk melarikan diri?

Yuka menghela napas dengan berat. Tiba-tiba saja dadanya terasa sesak sehingga air mata mulai bercucuran dari matanya. Hidungnya segera tersumbat, napasnya berubah sesenggukan. Apa yang dikatakan oleh Nick tentang putri tajir melintir yang kabur dari rumahnya karena selalu dikurung itu benar. Dia bisa merasakan perbedaan yang drastis ketika tidur di kamar ini, lalu membayangkan dirinya harus bertahan hidup di luar rumahnya yang megah bagaikan istana. Sebutkan apa pun kebutuhannya maka akan terpenuhi dalam sekejap.

Namun kebutuhan batin sama sekali tidak diterima olehnya. Pelayan anehnya dilarang bertemu langsung dengannya. Teman sebaya pun tidak ada. Sementara remaja lain seusianya dapat bergaul sesuka hati. Menghabiskan waktu bersama di sebuah restoran, mengerjakan tugas sekolah bersama. Yuka ingin tertawa. Dia bahkan tidak sekolah di sekolah umum. Dia hanya bersekolah di rumah dengan seorang guru nenek kolot bernama Mrs. Andersen.

Kecuali ayahnya. Ayahnya selalu ada setiap pulang kerja pada malam hari. Mereka sering menghabiskan waktu bersama seperti menonton film, bermain musik, makan malam. Seolah hidupnya sangat lengkap bersama dengan ayahnya yang sangat supel.

Hanya saja ada satu hal yang sangat mengganggu dari ayahnya. Sesuatu yang membuat Yuka tiba-tiba ingin marah besar. Atau mungkin, kemarahan tersebut merupakan hasil dari kekecewaan yang telah bertumpuk sejak lama. Kemarahan itu kemudian memaksanya untuk kabur dari rumah dan berharap ingin menghilang untuk sementara waktu.

Belum lama dia menangis tiba-tiba pintu kamarnya diketuk. Sontak dia terduduk dan segera menghapus air matanya. Sepertinya dia mengerti perasaan Ferus saat dia mengagetkannya sedang bernyanyi sambil main gitar.

"Yuka." Suara itu adalah suara Nenek. Yuka dapat merasakan keraguan dan keprihatinan di nada suaranya. Tiba-tiba saja Yuka memiliki firasat buruk.

"Ya?" sahutnya.

Nenek masih diam sesaat. Lalu melanjutkan, "Ayahmu menjemput."

Perutnya serasa diremas kuat-kuat dan dia hampir memuntahkan jantungnya.

Bagaimana mungkin ayahnyasecepat itu mengetahui keberadaannya?

Eyes of the Damned [2018]Where stories live. Discover now