Act 007: Part 2

24 4 7
                                    

Dan setelah itu, ingatan Nick mengabur. Kali ini tergantikan dengan sosok Jessie yang menunggu tanggapan Nick tentang perasaannya yang telah bertahun-tahun terpendam tapi akhirnya dapat tersampaikan.

Nick tidak tahu harus mengatakan apa. Rasanya waktu berhenti total dan kini hanya ada dia dan Jessie yang tersisa. Kesempatan itu pun digunakan Jessie untuk perlahan mempertemukan bibirnya dengan pipi Nick. Nick sama sekali tidak melawan, tapi tidak menunjukkan tanda-tanda ingin melanjutkan ini semua.

Jessie pun perlahan menjauh. Air mata ternyata mengalir di atas pipinya. "Sama sekali aku tidak menyangka akan bertemu lagi denganmu, Nick. Dan di sini, sekarang, bersamamu. Aku benar-benar sangat beruntung." Isak tangisnya pun semakin menjadi-jadi.

Tangisan itu mengingatkan Nick dengan gadis kecil yang tertimpa sial di masa lalu dan kebetulan saat itu Nick dapat menyelamatkannya. Nick pun menepuk kepala Jessie dengan lembut. "Maaf aku baru ingat kejadian itu. Sekarang semuanya sudah aman, 'kan?"

Jessie berulang kali menyeka air mata dan ingusnya yang bercucuran. Sambil tersedu-sedu dia mencoba bicara. "S-setelah kamu pindah .... "

Nick menunggu Jessie meneruskan kata-katanya, tapi gadis itu justru semakin menangis kencang yang mengundang beberapa orang mencermati mereka. Tangisan itu terdengar sangat pilu yang membuat Nick menarik Jessie untuk memberi pelukan dan mengelus punggungnya.

Selain itu Nick memahami apa yang ingin Jessie sampaikan. Ya, pada tahun kelima Nick sekolah di sana berakhir begitu saja ketika dia terpaksa pindah ke Rhinestein. Itu artinya kepala sekolah akhirnya punya kesempatan satu tahun lagi untuk memanfaatkan Jessie. Nick benar-benar ingin menghajar pria buruk rupa itu. Kalau perlu membunuhnya dengan cara tidak menyenangkan.

Air mata serta ingus Jessie membasahi pakaian Nick. "Apa aku boleh minta satu hal lagi, Nick?"

"Apa itu?" tanya Nick pelan.

"Temani aku malam ini. Ya?"

Tidak tahu harus berkata apa, lidah Nick mendadak kelu. Apakah dia harus menghayati perannya dalam misi sampai sejauh itu? Tapi di satu sisi Jessie sedang ketakutan. Nick tahu betul bagaimana rasanya diawasi trauma sampai menemaninya tidur.

"Ayahmu ... apa tidak akan mencarimu?" tanya Nick.

Seketika tubuh Jessie berubah kaku. Sempat dia tidak dapat menjawab pertanyaan itu. "Aku ... sudah lama tidak pulang," katanya.

Dan itu semakin membuat Nick gelisah dengan pilihannya.

***

Apartemen yang ditinggali Jessie sudah tua dan kumuh, entah mengapa Nick yakin banyak penghuni tidak waras yang tinggal di sini. Gedung ini hanya terdiri dari lima lantai. Namun suasana akan terasa timpang begitu masuk ke apartemen Jessie yang sangat bersih. Apartemennya hanya terdiri dari satu ruangan multi-fungsi dan satu ruangan kamar mandi super sempit. Namun kelihatan Jessie sangat mengusahakan tempat ini menjadi kamar kesayangannya. Barang-barang tertata sangat rapi. Dia pun melukis dinding sendiri dengan gambar kupu-kupu yang simpel tapi sedap dipandang. Kasurnya hanya muat untuk satu orang dan tanpa dipan, berada di pojok ruangan. Ruangan ini didominasi dengan warna ungu seakan segalanya merupakan satu set yang akan terasa janggal jika salah satunya hilang.

"Sambil menunggu aku ganti baju dan membuatkan minum, kamu boleh duduk di mana pun." Jessie sudah kembali ceria. Dia pun melepaskan tas dan menggantungnya di belakang pintu. Dia segera menghampiri sebuah lemari kecil berisi berbagai stok makanan ringan dan minuman saset.

Nick bingung harus duduk di mana, jadi dia duduk di lantai dekat dengan meja kecil di mana laptop Jessie berada. Saat ini sudah pukul sembilan malam begitu Nick memeriksa ponsel. Terdapat pesan dari Ferus yang menanyakan sedang di mana Nick saat ini. Nick pun membalas pesannya.

Eyes of the Damned [2018]Where stories live. Discover now