Act 006: Part 1

11 4 0
                                    

Sejauh ini rencana berjalan mulus seperti yang dibayangkan Nick. Jessie tidak akan menaruh curiga terhadap Nick yang dikenal sebagai orang yang sangat anti bergaul, ditambah lagi seorang Mata Merah, sekarang tiba-tiba mendekatinya. Apalagi jika Jessie memang sekadar mengamati Nick dari jauh, Jessie pasti tahu Nick bekerja sebagai kurir Split Second yang merupakan anak perusahaan dari Korporasi Mata Merah. Dengan identitasnya yang seperti ini Nick masih tidak habis pikir bagaimana Jessie bisa menyukainya. Ferus mengatakan paling-paling itu semua karena cewek-cewek senang cowok misterius, cowok yang sangar ke semua orang. Tapi di hadapan ceweknya, cowok itu akan berubah seratus delapan puluh derajat.

Konyol, pikir Nick. Cowok—atau setidaknya dirinya sendiri, akan tetap sama saja walau berada di hadapan pacarnya. Ada-ada saja, pikirnya.

Motor pun berhenti di lahan parkir bawah tanah Silverfield Plaza, pusat perbelanjaan paling besar di Silverfield dan berada di jantung kota. Jessie turun dari motor dengan sangat hati-hati seakan permukaan yang akan dia injak bisa jadi mengubur ranjau. Entah itu hanya bentuk dari menjaga sikap di depan Nick. Nick tak peduli. Lalu dia menggantungkan helm di setang motor. Jessie pun mengikutinya.

"Nick." Jessie berdeham sejenak untuk mengeringkan tenggorokan yang padahal tidak ada masalah apa-apa. "Kamu bekerja di Split Second?"

"Oh, itu." Nick mencari ponselnya di saku jaket kanan, kiri, lalu ke kedua celana. Mendapati ternyata ponselnya berada di saku celana bagian kanan. "Iya," balasnya.

Nick sempat mengerutkan kening mendapati ada notifikasi dari kontak bernama "Yuka".

Jessie melanjutkan pertanyaan, mengekori Nick tanpa berani menyejajarkan dirinya dengan cowok itu. "Sudah berapa lama kerja di sana?"

"Hmm ...." Nick tidak bisa menjawab pertanyaan Jessie selama dia mengetikkan sesuatu di ponsel untuk membalas Yuka. Bahkan dia tidak mendengarkan pertanyaan yang Jessie lontarkan. Semudah itu fokusnya hanya berpusat pada satu hal.

"Hei Nick." Begitu lah pesan dari Yuka, ditambah dengan stiker kucing kartun menggemaskan bergerak melambaikan tangan. "Sedang di mana?"

"Enyahlah," balas Nick pada Yuka. Lalu mengirimkan stiker wajah manusia realis yang sedang marah bermuka merah dan berapi-api.

Menyadari dia tidak ingat apa yang ditanyakan Jessie barusan, Nick pun tersenyum pada cewek itu. "Ya, apa tadi?"

Jessie sama sekali terlihat tidak nyaman dengan perlakuan Nick. Dia pun mengurungkan niat untuk bertanya. Perlahan dia menggeleng kecil. "Um, tidak."

Dirinya salah mengambil tindakan, pikir Nick. Dia nyaris lupa sedang apa sebenarnya dia di sini. "Maaf. Eh, itu. Ferus mengabariku. Katanya dia sudah baikan. Dan dia mau titip makanan." Secepat kilat Nick memutar otak agar mengembalikan suasana hati Jessie, dia pun bertanya, "Kamu punya rekomendasi makanan untuk penderita asam lambung?"

Nah, bikin dia merasa perlu didengarkan, batin Nick berkata.

Mereka pun masuk ke dalam ruangan pusat perbelanjaan. Pendingin ruangan segera menyerbu badan yang membuat Nick sedikit merinding.

Sementara Jessie mengetukkan jari telunjuknya yang lentik pada dagu. "Aku mau memastikan, apa saja pantangan Ferus? Tidak boleh berlemak, berminyak, dan ada lagi?"

"Penyebab dia sekarang seperti itu karena makan daging merah. Berarti antara ayam atau ikan, mungkin? Oh, dan mungkin jangan terlalu berbumbu." Nick pun menambahkan.

Selanjutnya mereka menaiki eskalator yang langsung melewati dua lantai. Nick bersandar pada pegangan eskalator dengan kedua siku, menghadap pada Jessie yang memandang lurus ke depan. Gadis itu sedang berpikir keras. "Bagaimana kalau dim sum? Atau mungkin sushi dengan sedikit mayones di atasnya?"

Eyes of the Damned [2018]Where stories live. Discover now