Part 10 I Sabar ya Sachi

145 44 10
                                    

Sachi menaiki bus jemputan bersama Andra setelah sebelumnya memberitahukan pada kondektur bahwa dia membawa satu temannya dari SMA Harapan Bangsa. Pak Kondektur tentu saja membolehkan karena SMA Lentera Bangsa dan Harapan Bangsa masih dalam satu naungan keluarga Bangsa Grup.Sayangnya..informasi itu belum sampai ke telinga Sachi karena Sachi terlalu abai pada urusan yang tidak ada hubungannya dengan mata pelajaran sekolah.

Di bus jemputan, total penumpang biasanya 20 siswa untuk rute dari jalan rumah Sachi -daerah Dago menuju sekolahnya. Dan di momen ini, Andra cukup beruntung dia tidak perlu sampai berdiri di bus karena info dari Pak Kondektur ada dua siswa yang absen karena sakit. Jadi Andra pun dengan leluasa bisa duduk di kursi penumpang juga.

Sachi dan Andra duduk bersisian. Mereka larut dalam pikiran masing-masing. Andra yang konsisten memasang muka datar terlihat menempelkan earphone di kedua telinganya sambil menutup kelopak mata . Sementara Sachi yang mempunyai kebiasaan membaca novel sebagai hiburan di bus, urung melakukan apapun. Sachi merasa tidak akan konsentrasi, beberapa hal menumpuk dalam pikirannya membentuk tanda tanya besar. Tanda tanya yang tentu saja disematkan pada satu orangꟷpemuda yang kini duduk di sampingnya dengan kelakuan dinginnya.

"Lentera Bangsaaa!!!!!" Seruan Pak Kondektur yang menyebutkan nama sekolah Sachi, sontak menyadarkan Sachi pada lamunan singkatnya. Hal itu biasanya jadi pertanda bahwa bus sudah tiba di gerbang sekolah.

Kening Sachi kali ini membentuk lipatan-lipatan kecil, pandangan matanya penuh penilaian pada Andra yang masih terpejam seraya bersedekap dan menggantung earphone di telinga. Sachi pun masih mendengar sisa-sisa bisikan gaib dari para penumpang yang didominasi siswa perempuan sebelum mereka turun beraturan, bisikan yang kentara pada kekaguman akan visual Andra. Meski Sachi menilai, sosok yang duduk di sampingnya itu seperti tipe masa bodoh pada sekitaran yang memandangnya.

Sachi kembali menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dalam otaknya keinginan dia adalah melenggang tanpa beban ke luar membiarkan Andra sendirian di bus. Scene favorit seperti itulah gambaran yang diimpikan di mesin otaknya. Tapi sayang, sepertinya itu tak berlaku pada gadis di batinnya.

"Draa..Andra.Sudah sampai!" Sachi memanggilnya lirih, tapi cukup membuat Andra refleks membuka matanya, menarik earphone dari telinga dan menegakan punggungnya dari sandaran kursi.

"Oh," singkat Andra melirik Sachi.

"Kamu duluan?" tanya Sachi mengingat posisi tempat duduk Sachi yang terhalang oleh kedua kaki Andra.

"Lo!" jawabnya yang segera berdiri lalu melangkah mundur ke belakang memberi jalan pada Sachi untuk lebih dulu berjalan di depannya.

Sachi dan Andra pun kini turun dari bus bergantian.Setelah bus pergi, tanpa direncanakan spontan keduanya memutar bahu saling berhadapan.

"Aku masuk dulu!" Sachi mengawali percakapan seraya dalam diri mencoba untuk melenyapkan pekatnya rasa canggung.

"Sebentar, gue mau bayar!" Andra berucap sembari merogoh dompet yang ada dalam saku celana seragamnya.

Melihat tingkah Andra, kening Sachi mengerut dengan cepat. "Enggak perlu, enggak usah Andra."Sachi menautkan kedua alisnya tanda bingung.

"Gue enggak mau punya hutang!"terangnya menjawab dingin.

"Aku enggak ngerasa dihutangin!"Sachi menggelengkan kepalanya.

"Terus?" tanyanya konsisten menunjukan muka datarnya.

"Bilang makasih sudah cuk."

"Thanks." Andra menyela kalimat Sachi lagi.

Sachi pun langsung bergeming.

Meet You (Serendipity)Where stories live. Discover now