Part 50 I Remedial

98 4 7
                                    

Sudah lebih dari tiga puluh menit, Andra menenggelamkan dirinya pada buku arsitek yang menarik perhatiannya. Dia tidak menyadari Mamanya ternyata sudah berada di dekatnya sembari terus memerhatikan keseriusan ekspresi anaknya saat berpusat pada dunianya sendiri.

"Draa.." Raya memelankan suaranya sampai pemuda itu terperanjat dan menoleh.

"Lho, Mama sudah di sini sejak dari tadi? Andra kok enggak nyadar. " Andra memutar tubuhnya yang semula menyandar ke bantal kursi menjadi menegap menghadap Mamanya.

"Enggak, barusan juga kok. Mama enggak ganggu kan?"

Andra menggeleng sekali, " Kenapa Ma?"

"Soal..." Raya membuang napas sejenak sebelum melanjutkan," Tante Rani sama Papamu yang kemarin datang ke toko."

Andra mengetatkan rahangnya meski samar ekspresi ketidaksukaannya masih bisa tersembunyikan.

"Dia bilang apa sama Mama?"

Raya mengubah posisi duduknya jadi menyandar ke punggung kursi." Hanya terus menerus meminta dimaafkan."

Andra tersenyum miring lalu menghentakkan napasnya. "Kalau mereka sudah tahu akan menyesal, kenapa malah diteruskan."

"Andra..."

"Ya Ma.."

"Mama sadar, ujung dari keretakan hubungan suami istri itu adalah perasaan anak yang akan dikorbankan. Kamu menjadi benci Papamu, kamu tidak suka dengan kehidupan keluarga baru Papamu. Segala hal yang bersangkutan dengan Papamu, kamu sebisa mungkin ingin menjauhi semuanya."

Andra kali ini tertegun membiarkan Raya mengutarakan isi hatinya. 

"Mama tahu, Mama tidak boleh memaksa perasaan kamu untuk bersikap baik pada mereka. Mama yang jauh lebih tua darimu pun pernah tak bisa sebijak itu, apalagi kamu baru mengenal dunia yang belum seberapa ini. Tapi Dra...kamu masih muda, masih punya kesempatan panjang untuk menjadikan hal-hal yang menyakitkan itu sebagai pelajaran, sebagai latihan melapangkan hati. Mama enggak mau, kamu hidup dalam luka dan amarah berkepanjangan. Mama mau kamu selalu sehat. Mama ingin melihat kehidupan kamu dipenuhi segala hal yang bahagia."

Mata Andra mulai menunjukkan sisi berkabut menahan desakan genangan air yang keluar dari sudut matanya. Lalu pemuda itu beranjak dari tempat duduknya merengkuh erat wanita yang sudah melahirkan dan mencintainya segenap jiwa.

"Maa...maafin Andra yang masih belum bisa berdamai sehebat dan seluas hati Mama memaafkan Papa dan keluarga barunya. Andra hanya mau Papa terus menyesali kesalahannya meski Andra tahu, semua itu enggak akan bisa membuat keluarga kita utuh seperti dulu. Mama pernah bilang, pernikahan Mama dan Papa semata karena perjodohan. Papa bisa seenaknya kembali ke perempuan itu tapi dia membiarkan Mama sendirian. Hal-hal itu terkadang masih belum bisa Andra terima, Ma. Mama merasa hidup seperti itu serasa enggak adil kan?"

Raya menghela napas panjang, mengurai pelukan lalu kedua tangannya merangkum punggung tangan anaknya seolah ingin berbagi kekuatan, "Tetap harus merasa adil Dra. Mama beruntung sudah memiliki kamu dari pernikahan Mama dengan Papamu. Mama saja yang belum siap berbagi suami meski hal itu dihalalkan dalam agama kita. Memang terasa sakit diawalnya, hanya pelan-pelan Mama berusaha berdamai dengan itu semua. Mungkin Rani lebih membutuhkan figur Papamu dibandingkan Mama. Banyak yang bilang korban KDRT biasanya rentan rapuh dan merasa dirinya menjadi tak berharga lagi. Kita berdua pasti bisa melewati semuanya Dra. lagi pula sekarang ada Sachi juga kan yang bakal mengalihkan kesedihan kamu?" hibur Raya seolah dia ingin anak semata wayangnya tidak terus berfokus pada rasa sedih terus menerus.

Andra yang mendengar Mamanya mengucapkan nama Sachi, spontan sudut bibirnya melengkung senyuman samar meski kepalanya kembali makin menunduk.

----

Meet You (Serendipity)Where stories live. Discover now