Part 22 I Tak Ada Logika

110 26 9
                                    

Sudah hampir satu jam Andra dan Nado bermain basket di gedung olahraga. Mata pelajaran penjaskes terkadang dianggap sebagian siswa khususnya kaum perempuan sebagai ajang bersantai ria dan merumpi seru apalagi jika guru penjaskes berhalangan hadir sehingga kegiatan olahraga diwakilkan guru pengganti yang kebanyakan seringnya memberi kebebasan kepada para siswa untuk memilih jenis olahraga apapun tanpa diawasi.

"Anak-anak yang lain pada kemana?" tanya Andra seraya melompat dan melakukan gerakan lay up sehingga tembakan melayang yang dilakukannya berhasil memasukan bola ke dalam ring.

"Pada main futsal di ruang sebelah." Nado menjawab sambil mengambil bola basket lainnya kemudian memasang aksi melemparkan bola dari jarak cukup jauh dan...yap... bola itu melesak masuk dengan tepat ke dalam keranjang ring.

Andra dan Nado serempak menghentakan napasnya. Kedua pemuda itu menghentikan aktivitas mereka lalu memutus melangkah mundur membalikkan badan, berjalan bersampingan ke luar area lapangan.

"Dra.."

"Hmm."

"Gue sebenernya mau nanya soal Nayla yang pernah lo ceritain ke gue."

Gerak langkah Andra pun seketika terhenti. Pemuda itu menoleh sembari menautkan kedua alisnya." Kenapa tiba-tiba lo nanya itu?" selidik Andra.

Nado tampak menimbang-nimbang sebelum akhirnya menjawab dengan gaya santainya, "Ya karena gue mau lo lebih terbuka juga ke gue. Sori banget Bro, gue sempet denger obrolan serius lo sama Kiran di ruang menggambar tempo hari," ungkap Nado dan spontan hal tak diduga itu disambut helaan napas panjang dari Andra.

"Gue enggak maksa sih Dra, tapi gue enggak munafik juga. Gue penasaran."

Sejenak Hening....

"Kita cari tempat duduk dulu!" putus Andra lalu disusul Nado di belakangnya berjalan menuju salah satu bangku di tribun yang membaris membentang sepanjang lapangan.

"Gue enggak maksa ya Dra."

"Tapi lo pengen gue jelasin kan?"

"Ya sih.."

Andra dan Nado mendaratkan diri di bangku dan barisan yang sedikit menjauh dari pintu masuk dan pintu keluar. Keduanya merasa bangku tersebut cukup strategis untuk sekadar menghindari kebisingan di sekitar yang mungkin akan muncul tiba-tiba.

Hening...

"Gue enggak maksa Dra!" ulang Nado tanpa bosan seraya berdeham pelan.

Andra mengabaikan kalimat sungkan Nado padanya, "Seperti yang lo denger obrolan gue dan Kiran. Sachi memang punya kemiripan wajah sama Nayla. Itu yang bikin gue enggak nyaman untuk sekedar interaksi biasa sama dia. Dunia memang kadang suka bercanda, tapi jenis wajah itulah yang bikin bokap dan nyokap gue akhirnya memilih keputusan pisah." Nada suara Andra terdengar cukup tenang, tapi sepintas Nado  menyaksikan dan merasakan bahwa rahang sahabatnya itu mengetat keras.

"Kenapa lo enggak mau cerita full sama gue saat itu?"

"Makin bahas Nayla, gue makin enggak nyaman."

Nado mengangguk paham,"Tapi lo harus cepet sadar juga, Sachi itu bukan Nayla, Dra!"

"Gue tahu, gue sadar banget pikiran kayak gini tuh salah dan enggak dewasa."

"Kalo udah tahu gitu, lo enggak bakal lagi ketusin dia dong?"

"Gue enggak ngerasa ketusin Sachi," dalih Andra.

"Enggak usah nyari pembenaran Dra. Gue sempet ketemuan dan ngobrol sama Nina kok. Dia cerita banyak soal kebingungan Sachi sama kelakuan lo yang beda sendiri ke dia. Apalagi saat lo minta ke dia, apa katanya pura-pura enggak kenal sama lo di sekolah? Ck, itu egois dan kekanak-kanakan enggak sih?" Nado berdecak heran sementara Andra langsung menyapu rambut basahnya dengan handuk kecil yang tersampir di pundak kanannya lalu menyugarkan rambutnya ke belakang.

Meet You (Serendipity)Where stories live. Discover now