Part 33 I Makasih Bi

83 10 0
                                    

"Seriusan dia bilang begitu sama kamu?"

Sachi membuang napas berat,"Ngeselin kan?"

"Banget." Nina berdecak seraya sudut bibirnya melengkung ke bawah.

"Aku juga udah ngerasa enggak nyaman sih Na, waktu ketemu dia di toko buku itu."

Nina mengangguk cepat,"Nado pernah bilang ke aku, mereka berdua dari kecil udah deket. Terus mungkin karena udah pernah jadi mantan juga kali Bi, jadinya dia jealousnya enggak jelas, enggak pada tempatnya."

Sachi menarik napas panjang, kepalanya seketika bersandar ke dinding kamar sembari memeluk rapat boneka lumba-lumbanya.

"Kenapa Bi?" Nina yang sedari tadi masih duduk di beanbag langsung berdiri dan mendekati sahabatnya naik ke atas kasur karena ekspresi wajah Sachi terlihat seperti dilema.

Hening....

"Aku lagi menerka-nerka Na."

"Maksudnya?"

Sachi mendongak dan menatap lekat sahabatnya.

"Apa bener yang dibilang Kiran soal aku ini muna ya? Cuma enggak nyadar aja."

"Hei..." Nina menggeser tubuhnya menjadi sejajar dengan Sachi." Kenapa nyimpulin kayak gitu sih Bi?" Nina memberi tatapan intens pada teman dekatnya.

"Kamu pernah bilang kan? Aku musti jujur sama diri aku?"

Nina mengangguk dua kali.

"Jadi.." Sachi membuang napas panjang, "Jadi kok di daerah sini." Telunjuk Sachi mengarah ke bagian dada sebelah kirinya. "Kenapa makin aneh ya denyutannya?" Sachi merasa seperti tidak nyaman dengan jenis asing yang menjalarinya.

"Haah Bi." Nina meraup tubuh Sachi ke dalam pelukannya.

Nina sebenarnya sudah menduga hal seperti ini akan terjadi. Tapi Nina tidak memperkirakan bakal secepat ini. Mungkin Andra mencuri kesempatan dengan cara berlari mendekati hati Sachi, entahlah. Nina juga tidak mengetahui kedalaman pemikiran pemuda itu yang semula dingin mendadak berubah lebih normal.

"Na..enggak mungkin kan ini namanya...?" Sachi tidak berani meneruskan kalimatnya. Dia dengan cepat mengurai pelukan dan menyelisik kedalaman mata sahabatnya. Ada sedikit kekhawatiran jika yang ditakutkannya menjadi nyata. Mengingat Nina termasuk golongan orang yang sudah expert jika bersinggungan dengan perasaan seseorang.

"Aku pernah bilang kan Bi sebelumnya? Semakin kuat mendorong diri pada penolakan....."

"Semakin mendekatkan pada apa yang kamu takutkan." Sachi dan Nina spontan bersamaan merapalkan seakan itu adalah mantra yang tidak bisa diremehkan.

"Kamu menghafalnya?" Nina terkejut mendengar Sachi melafalkan dengan lancar pernyataannya saat itu.

Sachi menghentakkan napasnya,"Harusnya dia tetep dingin sama aku kan Na?" Sachi memulas senyuman getir." Semoga aku enggak juara KSN aja deh kali ini," lanjutnya mendengkus lemah.

Sudut bibir Nina mengembang samar. Bagaimanapun dia tetap ingin membuat perasaan Sachi tetap tenang, natural dan tidak overthinking.

"Hey Bi...jangan ngomong aneh gitu ah. Menurutku itu masih sebatas rasa kagum kamu aja kok karena dia selain udah berani minta maaf, dia juga udah berani minta kenalan ulang dengan cara yang baik. Kalian udah mulai bisa ngobrol santai kan? Itu tandanya.... berarti dia punya niat ngajakin kamu berteman, dia udah sadar banget sama salahnya dia," hibur Nina menjelaskan meski dia tahu sebenarnya peluang untuk Sachi jatuh cinta pun sama besar juga. Tapi Nina tidak mau membebani pikiran sahabatnya. Sachi berbeda dengannya. Dia belum bisa mengakrabkan perasaan asing dengan cara yang santai.

Meet You (Serendipity)Where stories live. Discover now