Part 42 I Egosentris

105 5 0
                                    

Setiap orang mungkin memiliki bayangan yang mewakili sisi gelap dari kepribadiannya. Entah itu secara tidak sengaja muncul ke permukaan karena ada amarah yang kuat, emosi yang besar atau peperangan rusuh dalam dirinya yang berusaha dia redam.

Sachi membuka matanya pelan-pelan, hal yang sudah menjadi kebiasaannya setiap matanya terjaga ingin memandangi plafon.... Plafon? Apa ini sudah di kamarnya? Kening Sachi mengerut dalam, kepalanya lantas menoleh dan tampak ada beberapa orang yang menunggunya. Ada Bunda, Nina, Gilang dan terakhir Aksa.

Aksa? Sachi kembali mengingat samar kejadian perseteruan antara dirinya dan Kiran. Aksa salah satu orang yang datang menolongnya. Lalu Andra? Sachi merasa matanya sempat menangkap pemuda itu. Tapi Sachi meragu, apa benar dia nyata atau hanya penghiburan alam bawah sadarnya saja. Sachi menggeleng tidak tahu.

"Bii....kamu sudah sadar sayang?" Bunda Muti mendekat dan langsung meraup kedua tangan Sachi disusul teman-temannya mengerumuni. Mereka semua menunjukan ekspresi yang lega.

"Kok Bi masih di sini? Enggak di sekolah?" Sachi masih dalam posisi berbaring bertanya pada Bundanya. Manik matanya pun menyapu ke sekitaran teman-temannya juga.

"Inisiatif aku Bi," ungkap Nina yang sudah duduk di sebelah Sachi." Kamu tadi pingsannya lumayan lama karena ternyata tekanan darahmu cukup rendah setelah dicek sama petugas medis di sekolah. Akhirnya aku telepon Bunda lalu...."

"Lalu Bunda minta tolong Nina untuk kamu dibawa pulang saja dan istirahatnya di rumah," lanjut Bunda menambahkan keterangan Nina.

"Oh.."Sachi mengangguk sambil satu tangannya mengusap kepalanya yang masih terasa sakit.

"Masih sakit?" tanya Bunda, tampak kekhawatiran memenuhi mimik wajahnya.

"Sedikit.."

"Bunda pakaikan tensimeter digital lagi ya? Sebentar." Bunda menoleh ke belakang mencari keberadaan alat itu di sekitarannya.

"Ini Tante." Aksa bergerak mengangsurkan benda yang sedari tadi sedikit terhalang oleh bantal dan guling.

Bunda memulas senyuman ramah sambil mengucap terimakasih pada Aksa.

Setelah Bunda mengecek lagi kondisi tekanan darah Sachi yang masih rendah, Bunda Muti izin keluar dulu mengambil buah-buahan sekaligus sebenarnya ingin memberi ruang sejenak bagi teman-teman Sachi agar lebih leluasa mengobrol dengan anaknya.

"Aksa makasih ya.." Sachi mengucap sambil memaksakan diri bangun dan dengan sigap Nina membantu menarik pelan tangan Sachi agar duduk nyaman di atas kasurnya.

"Cieee...berasa pengen ngelipet bumi gue," ledek Gilang menyikut lengan Aksa.

"Apaan si lo. Sama-sama Bi," balas Aksa sambil menoyor kepala Gilang.

"Udah-udah, malah godain Bintang. Kamu juga sih yang mulai duluan," delik Nina menoleh ke pacarnya dan Gilang hanya menyengir memasang wajah tak berdosanya.

"Bi.."

"Hmm"

"Mending kamu banyakin istirahat dulu ya, aku tuh jujur pengen banget banyak nanya dan ngulik soal kenapa si Kiran kayak orang kesetanan gitu. Bersyukur Aksa dan Andra datang lebih awal nolongin kamu,"lanjut Nina seakan tidak peduli saat ujung matanya menangkap gelagat Aksa yang kurang nyaman ketika nama Andra disebutkan dalam daftar penolong Sachi.

" Andra?" Alis Sachi saling bertautan satu sama lain.

"Iya Bi, gue sama dia kebetulan mau ke perpustakaan dan denger ada suara teriakan yang mencurigakan. Dia duluan sih Bi..yang tahu soal tempat kosong itu." Aksa akhirnya menjelaskan apa adanya.Toh kebenarannya memang begitu, meski tak menyangkal ada perasaaan tak suka jika Sachi lebih terpaku pikirannya pada pemuda itu dibandingkan ke dirinya. Dan terbukti, Sachi memang langsung tercenung, binar matanya terlihat berkaca-kaca, entah apa yang membuat sinaran matanya terbaca sedih.

Meet You (Serendipity)Where stories live. Discover now