02 •• Murid baru sialan

14.3K 944 6
                                    

Mentari sudah menyembunyikan cahayanya sejak dua jam yang lalu. Andrea kini menyibukkan dirinya dengan belajar memasak untuk membuatkan bekal Devon besok hari.

Sejak tadi, matanya tidak beralih dari layar ponsel yang menampilkan video tutorial. Andrea mulai mengiris bahan-bahan seperti yang ada di dalam video. Sebenarnya, ia tidak perlu repot-repot membuatkan Devon bekal sendiri, karena dirumahnya sudah ada pembantu tetapi, Andrea memiliki inisiatif bahwa ia bisa membuatkan bekal Devon. Itung-itung juga belajar jadi istri idaman, pikir Andrea.

"Kalau gue yang masakin, pasti Devon suka! apalagi kalau masaknya ditambahin bumbu cinta ..." padahal hati terdalamnya,  meronta-ronta menyuruh Andrea agar berhenti melakukan tugas itu. Paling-paling, makanannya juga masuk ke tempat sampah kalau tidak dikasih ke teman-temannya Devon. Sebisa mungkin, Andrea mencoba untuk berpikir lebih positif lagi. Siapa tahu Devon besok berubah pikiran.

Derap langkah kaki mulai mendekati Andrea. Ternyata itu adalah sang kakak, Levin Artantra Salim. Lelaki bertubuh tinggi dengan rambut sedikit pirang. Bola mata coklat serta alis yang tidak terlalu tebal dan bermata sipit.

"Widihhh, adek abang udah bisa masak ya sekarang?" Andrea menoleh ke arah sumber suara. Levin sudah berdiri di belakangnya dengan posisi tangan yang bersedekap. Andrea tersenyum melihat kedatangan kakaknya.

"Tumben banget lo masak?" tanya Levin dengan penasarannya.
"Hehehe ..., lagi belajar bikin bekal bang!"

Ditumisnya bumbu yang sudah ia racik. Lalu, memasukkan semua bahan yang sudah dipotong. Levin melihat adiknya yang kewalahan dalam memasak. Dia tahu, Andrea tidak akan mau melakukan sesuatu hal sulit, kecuali untuk orang yang benar-benar dia sayang. Dan Levin yakin, jika Andrea melakukan ini untuk seseorang itu.

Bumbu harum yang ditumis baru saja itu benar-benar harum ketika memasuki indra penciuman mereka.

"Nah, udah jadi deh!" Levin melihat masakan adiknya yang sudah terpampang di hadapannya. Ia melihat dengan jelas tampilan masakan itu dan berpikir tidak terlalu buruk bagi Andrea yang tidak punya hobi memasak.

"Kak Levin, cobain deh masakan Andrea!" Levin meraih sendok dan mencoba mencicipi masakan adiknya. Mengecapnya pelan dan merasakan dengan hati-hati.

"Tidak terlalu buruk!" Andrea jelas-jelas terlihat senang dengan ucapan Levin.

"Beneran nih kak?"

"Iya beneran! lagian kamu ngapain sih repot-repot belajar masak, 'kan ada bibi?"

Andrea yang ditanya seperti itu malah senyum-senyum dengan tidak jelas.

~BUCIN~

Andrea buru-buru memasukkan bekal yang ia buat pagi tadi. Andrea bahkan harus bangun jam lima hanya demi membuatkan bekal untuk Devon. Dia harap, Devon akan suka dengan masakannya kali ini.

Berjuang bangun pagi termasuk hal yang paling sulit menurutnya. Andrea merasa bahagia ketika dia bisa terbangun lebih awal. Sesuai keinginannya.

Pembantu rumah sebenarnya sudah menawarkan bantuan pada Andrea, namun gadis itu tetap saja mengeyel untuk membuat bekal sendiri.

Biasanya, Andrea akan bangun pukul setengah tujuh. Hanya gara-gara bekal ini, dia jadi semangat untuk bangun. Dia bahkan merelakan mimpi-mimpi indahnya hanya demi Devon. Tidak ada alasan lain bagi Andrea selain membuat Devon menyukainya.

"Pasti Devon suka," ucap Andrea dengan percaya diri, walaupun di lubuk hati terdalamnya terbesit rasa takut. Takut jika Devon tidak menyukai masakannya, atau malah takut jika nanti masakannya harus berakhir di dalam tempat sampah.

B U C I NWhere stories live. Discover now