26 •• Mata-mata

8.2K 607 3
                                    

"Kak Mia, Kak Vita, please..., tolongin aku kali ini aja," kedua perempuan itu menggelengkan kepalanya bersamaan, tidak tau apa yang harus dilakukan.

Gadis di depan mereka itu tidak berhenti mengedipkan matanya berkali-kali untuk memohon bantuan.

"Nggak An, lo pikir kita anggota FBI apa? Enakan juga leha-leha di rumah daripada ngintai mak lampir!" ujar Vita yang masih lahap memakan baksonya.

Posisi mereka bertiga saat ini berada di warung bakso Pak Bujang. Mia yang baru pulang bekerja awalnya terkejut ketika dijemput mobil Vita. Ternyata, di sebelah kemudi juga terdapat Andrea yang sibuk memakan cilok. Gadis itu hari ini memang libur, berbeda dengan Mia.

Andrea semakin cemberut mendengar ucapan Vita.

Dasar manager nggak peka!

"Kak Mia..., mau ya," kini gantian Mia yang harus Andrea bujuk.

Perempuan berkaca mata itu menatap bakso yang belum habis ia makan itu. Ia tampak berpikir menimang permintaan dari Andrea.

"Kakak mau tanya dulu sama kamu, kenapa kamu melakukan ini semua?" Andrea menghela napas dengan berat.

Tidak mengerti kenapa pikirannya sampai jauh ke sini.

"Devon ya?" Andrea tersentak mendengar kalimat yang diucapkan Mia. Entahlah, dia bingung memikirkannya.

"Kamu belum bisa lupain dia?" Andrea menggelengkan kepalanya bingung.

"Andrea juga bingung kak. Dilain hati, aku nglakuin ini semua karena nggak mau Devon terus-terusan sama cewek yang nggak bener itu. Dilain sisi, aku juga nggak mau Kak Levin terluka. Apa aku segitu egoisnya ya?" ucap Andrea dengan tatapan yang menyedihkan.

"Andrea, kakak rasa kamu sudah dewasa kalau hanya memikirkan mana yang baik dan mana yang salah. Satu yang harus kamu ingat, jangan pernah membahayakan diri kamu hanya untuk melindungi orang lain. Kita memang nggak bisa egois sama semua yang terjadi, nggak bisa juga kita maksain untuk selalu bersikap biasa-biasa saja di depan orang yang bahkan sering menyakiti kita. Namun, apa gunanya kamu nglakuin itu semua, kalau diri kamu sendiri nggak pernah bahagia?" Andrea menggigit bibirnya pelan, benar apa yang dikatakan Mia barusan. Selain memikirkan orang lain, dia juga harus memikirkan hidupnya dulu.

Andrea kembali menghela napasnya sedikit berat. "Aku nglakuin ini semua karena aku sayang mereka kak. Mungkin, hanya dengan melihat mereka bahagia, itu sudah cukup membuat aku baik-baik saja. Walaupun, bahagia mereka bukan sama Andrea," Vita dan Mia yang menatap Andrea merasa kasihan melihatnya. Mereka berdua tau, jika Andrea cukup tidak baik-baik saja jika menyangkut kedua lelaki itu.

"Andrea nggak mau, kalau selama hidup Andrea hanya menjadi beban untuk mereka. Aku cuma ingin merasa berterimakasih karena mereka udah ngijinin aku untuk merasakan sakit yang tiada hentinya ini,"

"Andrea bakal lebih seneng kalau mereka baik-baik saja nantinya," ucap gadis itu dengan mantap.

Vita dan Mia yang mendengar penuturan dari gadis itu merasa takjub dan bangga. Gadis seusia dia sudah banyak menanggung beban, bahkan tanpa dukungan orang terdekatnya. Sungguh miris.

"Kakak mau bantuin kamu!" Andrea mendongak menatap Vita yang menatapnya serius. "Aku juga An," gadis itu semakin bahagia ketika Mia juga menyetujuinya.

"Kalian yakin mau bantu Andrea?"

"Nggak ngrepotin emangnya?" tanya Andrea kembali, "ngrepotin sih sebenernya, tapi gimana lagi, udah tugas manager juga yang harus selalu ada untuk bos!" jawab Vita pura-pura kesal.

Andrea tersenyum ke arah mereka berdua. "Pak Bujang-an! Nanti tambah bakso tiga bungkus lagi ya! Banyakin aja baksonya!" teriak Andrea kepada Pak Bujang, partner berdebatnya di warung bakso itu.

B U C I NWhere stories live. Discover now