11 •• Kehidupan yang Baru

14.5K 918 24
                                    

•••
Tuhan menciptakan hati, agar kita tidak menyimpulkan masalah hanya dari otak, supaya kita juga bisa merasakannya.
•••
.
.


Andrea tidak menyangka, ia kira Devon kali ini baik karena mulai suka dengannya, tetapi hal yang tidak ia duga malah terjadi. Setahun sudah perjuangan Andrea hanya sia-sia. Dia  tidak menyangka, kisah cintanya harus berakhir seperti ini.

Lembar demi lembar tisu sudah habis terbuang di lantai. Tangisnya kali ini sungguh terasa menyakitkan. Ditambah lagi, saat Levin pulang kuliah, ia sama sekali tidak menyapa Andrea. Levin sibuk berteleponan dengan Fila.

"Dulu gue sibuk buat ngejar lo von, tapi kaya' nya kali ini gue harus benar-benar berhenti untuk ngejar lo, karena lo yang  nyuruh gue buat berhenti von. Itu semua permintaan lo kan?" gadis itu mulai menghapus semua foto Devon yang ia ambil secara diam-diam. Sakit? kalau boleh Andrea menjawab, ini lebih dari sakit. Bahkan, Andrea sendiri tidak bisa mendeskripsikan perasaannya saat ini. Ia lebih memilih menyebut ini dengan hancur tidak tersisa.

Andrea baru tersadar, bukankah hari ini dia ingin bekerja? Segera ia berdandan layaknya para pelamar kerjaan, hari ini dia ingin melamar ke sebuah kafe yang tidak jauh dari taman kota tempat tinggalnya. Kebetulan sekali disitu ada lowongan terbuka untuk pelayan kafe. Sebenarnya Andrea masih ragu untuk bekerja, tetapi hal itu tetap ia lakukan untuk mencari pekerjaan sampingan. Beberapa bulan inipun ibunya juga tidak ada kabar, biasanya setiap dua minggu sekali ibunya pasti menelponnya. Andrea kangen dengan ibunya, walaupun dia tidak menganggap keberadaan Andrea, gadis itu tetap menyayanginya. Ia tau jika ibunya itu sangat terpukul karena perceraian dengan sang ayah.

Semakin dewasa, Andrea semakin sadar bahwa hidup itu seperti roda berputar. Saat diposisi terendah, kita harus siap diinjak-injak, dan saat diposisi di atas, kita tidak boleh menyombongkan diri sendiri.

Gadis itu memandang ke arah kafe, yang akan menjadi tujuannya dari seberang jalan raya. Tampak di mata, suasana kafe yang ramai pengunjung. Andrea menyemangati dirinya sendiri, ia berdo'a dalam hati agar lamarannya kali ini diterima.

***

"Thanks ya han..." ucap Andrea dengan tulus.
"Santai aja kali', gue yakin lo bukan cewek yang gampang nyerah sama keadaan. Ya, makanya gue pengen lo buktiin ke mereka yang udah nilai lo enggak-enggak. Gue yakin, suatu saat nanti mereka pasti menyesal atas apa yang udah dilakuin ke diri lo !"
"Sekali lagi gue bener-bener ngucapin makasih sama lo han. Lo udah nolong gue dua kali. Gue janji, gak bakalan sia-sia in semua ini !" Farhan tersenyum mendengar penuturan Andrea. Lelaki itu ingin gadis di depannya ini terlepas dari semua hal yang menyakitinya. Ia tau, dari pancaran mata gadis itu, terlihat seribu kesedihan dan masalah-masalah yang menjadikannya beban.

"Ngomong-ngomong kok lo bisa diriin kafe sampai se-terkenal ini sih? ya..., maksudnya cowok semuda lo mau bekerja keras untuk semua ini?" tanya Andrea dengan penasaran.

Farhan yang melihat Andrea memicingkan matanya kepo, akhirnya buka suara.

"Hehh bocah! gue nggak semuda yang lo kira ya! umur gue udah 24 asal lo tau!" Andrea yang mendengar pernyataan Farhan barusan jelas-jelas kaget.

Sampai pusing Andrea memikirkannya. Kalau orang ganteng itu mau diapa-apain pasti tetap ganteng. Mau berapapun umurnya kalau udah ganteng ya tetep kelihatan jiwa mudanya.

"Nggak ada alasan kenapa gue ngebangun kafe ini. Yang gue tau sih gue ngelakuin hal itu karena gue nggak mau dibilang anak pemalas dan bisanya ngabisin duit orang tua."

"Gue dulu juga kaya' lo kok! ortu gue nggak nganggap keberadaan gue sama sekali, gara-gara nggak pernah nurut sama mereka. Yaa... it's oke for me, but i don't care about it. Yang pasti gue udah buktiin ke mereka kalau gue bisa sukses, itu yang paling penting."

B U C I NWhere stories live. Discover now