33. Sepotong Katanya

10K 685 89
                                    

Sebelumnya aku mau ngucapin makasih sebanyak-banyaknya buat semua pembaca yang udah relain waktunya hanya buat nunggu kelanjutan cerita aku. Maaf kalau beberapa bulan ini aku hiatus, karena aku juga disibukkan buat bekerja.

Thanks sebanyak-banyaknya buat pembaca setia yang ngikutin cerita ini.

Maaf atas ketidak nyamanan pwmbaca untuk kaimat yang tidak sesuai dengan PUEBI. Aku sendiri sejujurnya juga iseng buat cerita ini. Eh ternyata malah banyak yang baca.

Banyak dari kalian yang komen kalau Andrea itu terlalu bucin, hidupnya cuma tentang cinta, cinta, cinta, cinta muluuuu. Hello, sengaja emang aku bikin karakter Andrea itu bucin parah. Biar apa, ya biar orang pada geregetan sama sikap Andrea yang kelewat bucin. Udah itu aja.

Oke cukup gitu aja basa-basinya. Selamat membaca (. ❛ ᴗ ❛.).

***

Aku adalah potongan memori yang tidak sempurna. Ketika memoriku sempurna, kamu hanyalah ampas dari kepingan memori yang tidak aku inginkan.

"An, holiday lo ke mana kira-kira?" Tanya Sinta yang saat ini sedang mengobrak-abrik rubik di genggaman tangannya.

Andrea menatap jauh ke depan jendela kamarnya dengan pandangan kosong. Merasa pertanyaannya tidak digubris, Sinta langsung melempar rubik yang ia obrak-abrik tadi tepat di depan dada Andrea.

"Akhhhh"
"Gila lo ya! Ngelempar rubik ke aset berharga gue! Mau gue tabok ya lo!" Dengan gesit, Andrea mengambil balik rubik tersebut dan melemparnya tepat di dahi Sinta.

"Mampus lo!" Sinta yang mendapat serangan tiba-tiba dari arah berlawanan, langsung meringis kesakitan sembari mengumpat kesal.

"Lo sih! Gue tanya nggak dijawab. Reflek-kan gue jadinya," Sinta yang masih kesal beranjak pergi dari kamar Andrea dengan bibir yang sengaja ia buat cemberut.

"Eh, eh, eh ..."

Belum sempat mengejar Sinta, benda pipih di meja belajarnya bergetar keras.

Mama

An, pintu rumah kamu kunci ya?

Andrea mengernyitkan dahi kebingungan membaca pesan masuk itu.

Kok mama tau kalau pintu rumah gue kunci ya?

"Gila!!"

Andrea yang masih sibuk dengan pikirannya, dikejutkan dengan suara Sinta yang tiba-tiba muncul ke dalam kamarnya lagi.

"Kenapa lo?" Tanya Andrea dengan raut kebingungan.

Sinta yang ditanya pura-pura tidak mendengar ucapan Andrea. Dia langsung menyeret gadis itu keluar kamar dan menuju ruang tamu.

Dalam hati, Andrea juga dibuat penasaran dengan sikap Sinta yang tiba-tiba muncul kembali itu.

Ada apaan sih sama nih anak?

Betapa terkejutnya Andrea ketika tiba di ruang tamu.

Wanita itu...,

"Mama," ucap Andrea selirih mungkin. Tanpa sadar, senyuman di bibirnya seketika mengembang dengan sendirinya.

Tanpa babibu, gadis itu berlari ke arah wanita berkepala empat tersebut dan langsung memeluknya dengan erat. Air mata yang sudah ia bendung pun tumpah tanpa ia minta.

"Aku kangen mama," isakan rindu disertai tangisan tidak henti-hentinya mengalir dari mata indahnya. Sinta yang melihat pemandangan tersebut ikut tersenyum bahagia. Bagaimana pun juga, dia merasa kelembutan dan ketulusan kasih sayang yang diberikan oleh ibu Andrea itu nyata dan sangat tulus. Ia sendiri bisa merasakan ketulusan cinta itu.

B U C I NWhere stories live. Discover now