06 •• Kepulangan sepupu

11K 754 3
                                    

"Ayolah von..., kita itu temenan sudah dari kecil. Masa masalah kaya' gini aja lo jadi pendiam seketika!" tambah Roy diikuti rasa penasaran.

"Gue..." Devon menghela napasnya sebentar, lalu menjelaskan apa yang barusan terjadi dengannya. Pian dan Roy yang mendengar penjelasan dari Devon langsung kaget, namun setelah apa yang Devon jelaskan kemudian, mereka paham. Kedua orang itu saling menatap dengan wajah yang mengangguk.

"Setelah mendengar langsung penjelasan dari lo..., sebenernya gue pengen banget nimpuk kepala lo. Tapi kalau dipikir-pikir di sini Andrea salah paham dengan apa yang barusan dia lihat!" ucap Pian mencoba meluruskan.

"Saran gue sih, lo minta maaf langsung sama Andrea..., ya walaupun agak sulit buat lo,"

What!! Devon harus minta maaf sama kepala batu? Yang ada tuh cewek makin besar kepala.

"Gue tau lo bakal sulit buat minta maaf von..., tapi itu kan juga kesalahan lo sendiri! Siapa juga yang nyuruh acara peluk-pelukan segala?" tambah Roy. Perkataan Roy barusan benar-benar makin membuat Devon tersudutkan.

Alah masa bodo dengan harga dirinya saat ini, yang terpenting hutang maafnya dengan Andrea selesai. Dia tidak ingin menjadi orang yang banyak welas kasih dari orang lain. Itulah salah satu prinsip Devon saat ini.

Roy dan Pian yang melihat Devon berdiri sambil memejamkan matanya, tersenyum bahagia karena ucapan mereka berhasil.

Devon melangkahkan ke arah meja nomor sembilan. Meja tempat Andrea duduk saat ini. Gadis itu juga belum sadar akan kehadiran Devon saat ini.

"Hey!" ucap Devon yang menyadarkan lamunan Andrea sekejap.

Andrea yang sadar akan kehadiran Devon di depannya sekarang ini, justru menampilkan wajah kepo. Bagaimana bisa Devon ada di sini. Gadis itu mengerjapkan matanya berkali-kali, seakan lelaki yang ada di hadapannya itu adalah ilusi semata.

"Devon..., gue nggak mimpi kan sekarang?" Andrea yang melihat Devon di hadapannya, merasa seperti mimpi kejatuhan uang sekantong. Bukan, bukan itu maksudnya. Gadis itu merasa bahagia melihat wajah lelaki yang beberapa jam lalu membuat perasaannya memburuk.

Andrea memastikan lagi apakah penglihatannya salah, dia mencubit pipinya dengan keras.

"Awww..., gue beneran nggak mimpi kan von?" tanya Andrea kembali. Dia belum percaya sepenuhnya jika lelaki itu adalah Devon.

"Gue minta maaf..."

Sungguh, Andrea merasa mimpi saat ini. Lelaki yang dikejarnya sejak setahun lalu itu duduk di hadapannya untuk meminta maaf. Sungguh, mimpi yang sangat indah.

"Kalau gue boleh ngomong, lo nggak sedang mimpi Andrea..., ini nyata!" ucap Devon menegaskan kembali, disertai wajah datarnya. Dia sendiri bingung, kenapa gadis ini malah seperti orang linglung.

"Oke, gue nggak mimpi sekarang ini. Lo mau minta maaf soal apa?"

"Gue..." Devon menjelaskan kejadian sebenarnya di taman tadi. Andrea mendengarkan penjelasan Devon dengan saksama.

Padahal, di sini Andrea sedang bingung seratus persen. Ngapain Devon repot-repot menjelaskan kejadian tadi, sedangkan dia saja pasti senang jika Fila akan membalasnya. Kok kesannya malah Devon kaya' bersalah gini?

Ahh..., siapa tau jika Devon benar-benar tobat untuk mengejar gadis itu dan mencoba memperjuangkan Andrea sekarang ini.

Tapi kalau dipikir, mana mungkin Devon bisa suka sama Andrea secepat ini? Mustahil, lelaki berkepala es itu mengejarnya.

"Sebenernya nih von..., gue dari tadi tuh nggak mikir soal kejadian tadi. Gue malah mikirnya, kenapa lo repot-repot minta maaf ke gue? bukannya lo musti seneng, kalau gue nggak ganggu lo? Jangan-jangan..., lo suka gue ya?"

B U C I NWhere stories live. Discover now