16 •• Les Privat sialan!

10.2K 697 24
                                    

Hari pertama Andrea kembali dipertemukan dengan Devon. Di sinilah tepatnya ia berada, di rumah Devon. Andrea duduk lesehan di samping Devon. Suasana canggung jelas terlihat diantara mereka berdua. Biasanya, setiap ada Devon, Andrea langsung semangat, namun kali ini dia malah bingung harus berbuat apa.

Ini semua gara-gara Bu Siska yang ngotot ingin mencarikannya guru les private. Padahal kan masih ada Sinta yang mau membantunya belajar.

Pandangan Andrea tidak lepas dari buku tebal yang ada di depannya, sedangkan Devon sejak tadi hanya diam saja tanpa berkata.

Oh ayolah! Andrea tidak suka suasana awkard seperti ini. Mana Devon yang selalu marah-marah kepadanya.

Dua puluh menit sudah, mereka berdua diam dengan pikiran masing-masing.

Ah sungguh! tenggelamkan Andrea ke jurang sekarang juga Tuhan. Bagaimana bisa ia tidak bisa berkutik di depan orang yang dia sayang.

Oke! kali ini Andrea yang akan mencoba untuk mengajak Devon berbicara. Bisa mati muda dirinya kalau hanya diam-diaman seperti ini.

Andrea mencoba melirik ke arah Devon yang juga sibuk bergelut dengan pikirannya.

"Von! ini kita mulai dari mana?" Sial! Andrea malah salah bicara. Bagaimana mungkin ia berkata 'Kita' di depan Devon. Ah sungguh Andrea sangat malu.

Devon hanya melirik ke arah Andrea sekilas, lalu matanya kembali menatap ke arah ponselnya.

Kalau begini terus, lebih baik Andrea menyuruh Sinta saja untuk mengajarinya. Lagian, kenapa juga lelaki ini malah menyuruhnya belajar di rumahnya kalau hanya untuk saling berdiam diri.

"Von! lo dengerin gue nggak sih? mulai dari mana ini belajarnya?" Lagi-lagi, Devon hanya melirik Andrea sekilas.

Cukup! habis sudah kesabaran Andrea sekarang. Dari tadi Devon hanya mendiamkannya saja, mending kalau tau begini jadinya, dia tadi lebih memilih bekerja saja. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan itu artinya, Andrea sudah berada di rumah Devon dua jam.

Tanpa aba-aba, Andrea segera memberesi bukunya dan berjalan meninggalkan Devon. Hal itu tidak luput dari pandangan Devon.

Andrea sempat berhenti sebentar, lalu menoleh ke arah Devon.

"Lain kali kalau lo nggak mau ngajarin gue bilang aja! nggak kaya' gini, mending daritadi gue kerja daripada di sini, buang-buang waktu," Devon sedikit terkejut mendengar ucapan Andrea.

Bagaimana pun juga, Andrea adalah manusia yang mempunyai batas kesabaran. Kalau ada yang bilang sabar itu tidak ada batasnya, menurut Andrea itu salah. Manusia diciptakan dengan beragam emosi dan salah satunya untuk merasa marah terhadap sesuatu.

Andrea berjalan keluar rumah Devon. Ia akhirnya memilih untuk memesan ojek online. Belum ada satu menit, Devon mengejar Andrea dan menghentikannya.

"Andrea, tunggu!" Andrea yang merasa dipanggil tidak ingin menoleh ke arah sumber suara itu. Ia tau siapa yang memanggilnya, namun rasa kekesalan Andrea masih mendominasi dirinya kali ini. Sampai akhirnya, pesanan ojeknya sudah sampai. Saat Andrea ingin naik ke motor itu, Devon menghentikannya dengan segera.

"Pak stop pak! bapak mending pergi dari sini, ini pesanannya saya yang bayar," ucap Devon sambil menyodorkan uang dua puluh ribu.

Andrea yang melihat Devon seperti itu malah kesal sendiri.

"Pak, jalan aja pak!" namun, Devon lagi-lagi memohon kepada tukang ojek itu.

"Bapak tenang aja, nanti saya yang antar mbak nya ini!" setelah Andrea pasrah, ojek itu akhirnya pergi. Andrea yang merasa dongkol kepada Devon hanya meliriknya sinis.

B U C I NWhere stories live. Discover now