Kumpulan Fiksi Mini

Kerinduan Ibu

Hara sudah berulang kali mengingatkan Ibu untuk tidak ke musala, tapi perempuan tua itu takmau mendengar. Ia kehabisan cara untuk bicara. Bahkan dua kakaknya, Hana dan Haga sudah ia hubungi untuk membujuk Ibu, tapi hasilnya tetap sama. Ibu tetap berangkat, walau bersama tongkat.
.
"Sudahlah, Hara, tidak usah cerewet, biarkan Ibu berbuka dengan tenang!"
Jika sudah begitu Hara terpaksa diam. Ibu akan semakin meradang jika semakin didesak. Selesai waktu berbuka puasa dan magrib di rumah, suka tidak suka, Hara menemani Ibu ke musala.
.
Andai bukan karena khawatir tentang ibu, Hara ingin salat di rumah saja.
Tapi lihatlah perempuan tua itu. Wajahnya selalu cerah saat di musala. Dia bisa bertemu teman-temannya. Tapi wajah ibu akan segera berubah saat salah satu temannya bercerita tentang anak-anak mereka.
***
Hara bukan tidak mengerti Ibu merindukan kedua kakaknya. Ia meminta Hana dan Haga lebih sering menghubungi Ibu.
"Aku telepon Kak Aga ya, Kak, bisa conference bertiga."
"Jangan sekarang, Ra, Kakak masih harus menyelesaikan laporan, sudah ditunggu bos Kakak di rumahnya. Setelah asar, Kakak janji telepon."
Janji Kak Ana lesap. Kak Aga beberapa hari juga sulit dihubungi. Hara semakin kesulitan menghadapi Ibu yang semakin sering uring-uringan.
***
Hara sering mendapati Ibu termenung, terlebih saat menjelang waktu berbuka puasa.
"Dulu, kalian selalu mengganggu Ibu setiap menjelang waktu berbuka puasa seperti ini."
Ah, tentu saja Hara ingat itu. Tapi kedua kakaknya kini jauh, mereka dipisahkan samudra, dan pesawat, kini tak lagi bisa mendatangkan keduanya. Ia harus menjelaskan pada Ibu, Hana dan Haga tidak akan ada saat lebaran tiba.
.
Saat Hara mengajak otaknya bekerja mencari cara, tangan lembut Ibu mengusap kepalanya dari belakang.
.
"Maafkan Ibu, Hara." Ibu memeluk Hara dari belakang, menyalurkan kehangatan yang tidak pernah berubah, walau terjadi banyak perubahan di sana.

Sidoarjo, 29 April 2020
#Fiksi_Mini_Ramadan
#Day_6