Mari

9 0 0
                                    


Aku mengenal Mari pada hari pertama menjejakkan kaki di kampus. Dia datang dengan mobil mewah limited edition, terang hal itu menjadikan ia pusat perhatian. Saat banyak yang mengagumi mobil yang dia parkir sembarangan, aku menegurnya untuk memarkir mobil itu secara benar.

Mari menatapku tajam. Dia menoleh pada mobilnya yang memakan bidang parkir di sebelahnya, lalu kembali menatapku tajam.
Dia meninggalkanku seakan permintaanku bukan hal yang penting.

"Luruskan, atau aku gembosin banmu!"

Mari menoleh dengan wajah memerah. Tapi aku tahu ancamanku membuat dia gerah. Kulihat dia kembali ke mobilnya dan meluruskan posisi parkir.
***
Awal mula perkenalan yang tidak menyenangkan itu berbuntut panjang. Aku pikir Mari akan memusuhiku. Tapi aku keliru, dia justru mendekat dan mengekoriku ke mana saja.

"Hanya kamu yang berani padaku."

Alasan yang aneh. Sama anehnya ketika dia memintaku untuk mengajarinya mengaji. Dia ingin bisa tilawah saat ramadan tiba nanti. Sebenarnya tidak sulit mengajari Mari, dia sudah belajar iqra, hanya belum lancar membaca saja.

Aku baru tahu jika Mari tidak tinggal dengan orang tuanya. Dia tinggal di salah satu apartemen mewah di kawasan Senayan. Beberapa kali dia memintaku untuk menemaninya membeli beberapa paket sembako. Dia juga mengajakku membantunya mendistribusikan paket itu.

"Kau melakukannya setiap tahun?"
"Tidak, baru tahun ini."

Aku tidak tahu apa yang mengubah Mari. Semula aku ingin bertanya lebih lanjut, entah mengapa mulutku terkunci. Toh, akhirnya jawaban itu kuterima menjelang lebaran.

Kedua orang tua Mari meninggal setahun lalu karena kecelakaan. Dia mewarisi semua aset orang tuanya. Di tengah kegalauan karena kehilangan dan kesedihan, kehadiranku membuatnya menemukan jalan yang selama ini tertutup dari penglihatannya. Aku tidak tahu harus bahagia atau sedih mengetahui itu semua.

Sidoarjo, 5 Mei 2020
#Fiksi_Mini_Ramadan
#Day_12

Kumpulan Fiksi MiniWhere stories live. Discover now