Something About Her

51 4 1
                                    

Rio terpaku. Sulit dijelaskan, tapi bila menyangkut Ayla, terasa ada riak kecil menembus bilik hatinya.

Satu dekade lalu, Rio pernah sangat mengagumi gadis ini. Cantik, pindahan dari kota, smart. Cenderung kaku dan elegan, menimbulkan kesan segan siapa saja yang memandangnya. Di saat bersamaan, dia juga begitu polos. Gerak-geriknya tak terduga. Membuatnya beda dari gadis kebanyakan.

Di umur belasan tahun, Rio baru pertama kali merasakan pemujaan sebesar itu, hanya pada Ayla. Sayang, dia selalu mendapat penolakan. Terang-terangan ataupun tersirat. Maka, tidak ada jalan lain bagi Rio selain menabahkan diri dan pergi. Karena seperti itulah cinta pertama.

Fatamorgana. Indah tapi tak nyata.

"Ayla, apa kabar?" sapa Rio, sumringah.

"Baik. Kabar kamu gimana? Sehat?" jawab Ayla, terdengar sengau dari balik maskernya.

"Aku lagi flu," Rio tertawa renyah, menunjuk maskernya. "Makanya aku pakai ini. "

"Eh, eh, eh, apa-apaan kalian. Mana kembaran pake masker, pake setelan denim jeans juga. Warnanya navy, lagi. Mau costplay Upin Ipin, emang? Eh, atau mau niru Dilan-Milea, ya? Cie, cieee...! Jangan-jangan habis ini langsung motoran berdua keliling Bandung. Jajan bakso di Lodaya!"

Rio dan Ayla menoleh. Seorang wanita berhijab modern dan bermata sayu, tersenyum cerah di seberang Hasan.

Tak lupa, Diandra menyerahkan berkas pendaftraan dan spidol boardmarker untuk menandatangani spanduk besar yang dipenuhi foto-foto jaman sekolah, serta pojok khusus tanda tangan di bagian bawahnya. Mungkin biar sekalian bisa digunakan photoshoot nanti.

Rio menurut, sedangkan Ayla menatap tajam Diandra.

"Rio, sini kita sidang dulu." Hasan beranjak mendekat lalu menepuk-nepuk pundak Rio, menggiringnya duduk di tengah-tengah. "Lo sebetulnya kemana aja selama ini? Gila, sampai nggak ada satupun dari kita yang tahu. Jangan-jangan sibuk modelling di luar negeri? Makin gagah gini euy."

Rio melirik Ayla sekilas, ingin tahu dimana tempat duduk gadis itu. Tak ada maksud apapun. Eh, dilihatnya Ayla malah melengos.

Ampun, cewek itu masih judes aja kadang-kadang.... Rio meringis, sekaligus ingin tertawa. Ayla...Ayla...

"Bisa aja, lo, San. Ladies first. Ayla duluan yang kudu cerita. Baru giliran gue, " jawab Rio, tersenyum simpul memandangi Ayla. Mending dia lemparkan bola itu pada Ayla. Sebisa mungkin, Rio akan menghindar dari keharusan bercerita. Dia sedang tak mau membagikan kerumitan hidupnya pada siapapun.

Beberapa alumni bersiul-siul menggoda.

Ayla tercenung, seperti memikirkan sesuatu.

"Ay!" seru Diandra. Mambuat Ayla yang berada di sampingnya, terperanjat.

"Oh, aku? Hidup aku nggak ada yang special. Ngampus tiap hari. Ngajar, maksudnya. Ya gitu..." Jawaban tak beraturan berhamburan dari mulut Ayla. Kentara sekali kalau dia gugup.

Rio terusik jadinya.

Apa gara-gara insiden di parkiran tadi, Ayla jadi kayak gitu? Apa ada cedera? Dipandanginya Ayla dengan seksama. Menelisik bagian yang tidak tertutupi masker. Ah, sulit. Apanya yang bisa dicek, sedangkan yang terlihat oleh Rio hanya sepasang mata saja.

Diandra menatap Ayla, prihatin. Tak menyangka Ayla akan se-baper ini. "Minum dulu, bu Dosen. Tadi tenaganya keburu habis dipakai ngomelin mahasiswa bandel, sih," Disorongkannya segelas juice jeruk ke hadapan Ayla.

Pelan-pelan Ayla membuka masker. Menampakan wajahnya yang bening, dengan bibir merah tipis dan hidung mancung. Tetap cantik. Bedanya, Alya kelihatan lebih dewasa.

Until The End (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now