Unforgettable Moment

40 2 3
                                    


"Akhirnya kalian jadian juga."

Mengembuskan napas panjang, pupil mata Diandra menatap nanar padaku. Bukannya happy, wajah Diandra kentara memelas. Memerhatikanku yang sedang duduk di depan meja rias dan meraih peralatan make up, setelah mengganti kostum menjadi abaya resmi. Aura kemuraman Diandra seolah membias di sekeliling ruangan serba pinky yang lumayan luas ini.

Kamarku yang dalam beberapa minggu ke depan akan kutempati bersama Rio, kalau kebetulan sedang berkunjung kemari. Setelah menikah nanti, menimbang anak-anak Rio yang sudah terbiasa tinggal di rumah mereka sekarang, rencananya aku yang akan pindah ke sana.

"Doain, kek. Ikut seneng, kek. Aku mau lamaran, lho. Bukannya mau dikirim ke medan perang," protesku, agak cemberut.

"Bedanya apa? Nikah itu tak ubahnya peperangan. Kalau salah strategi sedikit, bisa-bisa kita musnah, berdarah-darah," kata Diandra cuek. Berbeda dengan kata-kata pedasnya, tangannya justru sangat lembut menyisir rambut panjangku yang agak keriting.

Kupandangi sekali lagi wajah Diandra yang berdiri di belakangku lewat pantulan cermin, berusaha menelan hentakan rasa kecewa. Aku tahu Diandra sangat menentang berlanjutnya hubunganku dengan Rio, tapi tak bisakah dia pura-pura bahagia di hari ini saja? Aku butuh penyemangat.

Malam ini, keluarga Rio beserta anak-anaknya akan datang ke rumahku. Perasaanku tak menentu. Segala kekuatiran yang kemarin-kemarin selalu bisa kutepis, bermunculan satu persatu. Akankah orangtua dan anak-anak Rio akan menyukaiku? Atau sebaliknya, malah membandingkan dengan sang mantan?

Raut wajahku menegang. Diandra sepertinya menyadarinya.

Tarikan napas panjang terdengar.

"Maaf... Kayaknya saking sayangnya aku sama kamu, aku jadi kebaperan sendiri," kata Diandra lirih. Seraya tetap berdiri, dia memeluk kepalaku lembut. "Everything will be fine, Ay. Don't worry. Kita kan bestie forever. Kalau kamu butuh aku kapaaaan aja, insya Allah aku siap dirusuhi."

Penggalan kalimat Diandra berhasil mengembalikan senyumku sedikit.

"Duh, hampir aja aku lupa. Aku punya hadiah special buat penganten baru!" pekik Diandra, berusaha bersikap seceria mungkin. Penasaran, aku menontonnya membongkar ransel miliknya.

Diandra mengeluarkan beberapa buah buku lumayan tebal. "Tadaaaa!" serunya, menjejalkan tumpukan buku itu ke tanganku.

"Hm? All about Mars and Venus?" tanyaku tak mengerti, ketika kulirik judul buku teratas sepintas. Aku mendongak heran dan menemukan Diandra memberi tanda lewat dagunya, menyuruhku menelaah judul-judul buku karangan John Gray tersebut.

Aku membuka acak salah satu buku di tanganku, tanpa membaca judulnya lebih dulu. Lalu, mataku terbelalak kaget.

"Ih, kamu gila, Di! Ngapain kamu kasih buku porno kayak gini!" jeritku, melempar buku itu ke lantai tanpa sengaja.

"No way! Jangan samain buku non fiksi sex education dengan buku gituan. Itu beda genre!" balas Diandra sengit, meraih kembali buku yang kulempar. "Asal kamu tahu, Ay. Buku ini salah satu referensi penting! Berdasarkan pengalamanku pribadi!"

Aku hanya separo mendengarkan, mendengarkan denyup jantungku sendiri. Benak ini masih dibuat kaget oleh barisan kata yang tak sengaja kubaca, entah di halaman berapa. Kira-kira isinya berisi ulasan cara memuaskan pasangan di tempat tidur. 

Segera, aku beristigfar berulangkali.

"Kamu nggak lupa, kan, kalau si Rio itu pernah nikah. Pengalaman dia jauh lebih banyak dari kamu, Ay. Jaman sekarang, bukan masanya lagi cowok yang memegang kendali. Sekali-sekali, coba istri yang inisiatif duluan! Percaya sama aku, Rio pasti bakal seneng!"

Until The End (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now