Sweet Happy Tears (2)

75 2 0
                                    


Kesibukan Ayla terus berlanjut. Seharian itu, dia mengajar di kampus sebanyak empat kelas, kemudian ijin pulang lebih awal karena harus menjemput suami dan anak-anaknya. Rencananya, mereka akan meluncur ke butik. Fitting baju pengantin, kemudian menghabiskan akhir pekan di rumah orangtua Ayla.

Sejak kemarin, mama Ayla sudah terus-terusan meminta cucu dan menantunya datang.

Ayla memutuskan mendatangi kantor Rio lebih dulu karena lebih dekat dengan kampusnya. Anehnya, begitu dia menyampaikan kedatangannya pada resepsionis, karyawan-karyawan di sekitar situ saling berbisik. Ayla tak tahu apa ini sekedar perasaannya saja. Tapi, semua orang seperti menghindari pandangan matanya. Seolah bertemu preman menakutkan.

"Mari saya antar ke ruangan pak Rio, Bu." Salah seorang karyawan pria berbaik hati menyapa dan mempersilakan Ayla mengikutinya.

"Maafkan mereka, Bu. Mereka cuma segan sama Ibu. Jangan terlalu dimasukkan ke hati," kata pria itu, membuat Ayla mengernyitkan dahi.

"Ini pertama kalinya saya datang tapi sudah langsung bisa bikin segan orang," sahut Ayla.

Giliran pria itu yang kebingungan. "Loh, ibu bukannya Bu Maya?"

Ah... Ayla mengerti. Rupanya ada salah paham. Sebenarnya apa yang sudah Maya lakukan sampai seheboh ini?

"Itu mantan isterinya. Kalau saya isteri barunya," jelas Ayla, merasa sedikit tidak nyaman.

"Ooooh!" si karyawan manggut-manggut. Sepertinya mulai merangkai gossip baru untuk disampaikan pada yang lain.

Terserahlah.

Ayla tidak mau ambil pusing.

Kepalanya agak nyut-nyutan dan mudah sekali lelah. Kondisi tubuhnya sedang tidak terlalu fit, mungkin karena terlalu diporsir.

Baru mencapai lorong menuju ruangan yang dituju, pintu di depannya menjeblak terbuka. Rio muncul di ambang pintu, masih menelpon seseorang. Tapi sempat-sempatnya dia tersenyum dan melambaikan tangan, meminta Ayla mendekat.

"Saya permisi, Bu, " Karyawan itu pamit setelah melihat Rio, yang dibalas ucapan terimakasih dari Ayla.

Dalam hati, Ayla kagum. Rio dalam balutan kemeja ngepas badan dan dasi khas eksekutif muda benar-benar chef kiss. Tampan dan menarik. Besok-besok, dia harus ingat untuk memesan kemeja satu nomor lebih besar!

"Ay, mau berangkat sekarang?" tanya Rio, menyimpan ponselnya ke saku celana.

Alih-alih menjawab, Ayla malah menyerahkan kotak bekal pada Rio lalu duduk santai di kursi kerja suaminya. Dia menyenderkan punggungnya dengan nyaman, sesekali memutar kursinya ke kanan dan ke kiri.

Rio tertawa kecil melihatnya. Tingkah Ayla kadang seperti Silva. Menggemaskan!

"Aku cemburu," tiba-tiba Ayla berkata, mulutnya mengerucut. "Suamiku ganteng banget. Pasti banyak karyawan cewek di sini yang naksir. "

"Apa?" Rio tak bisa menahan tawa.

Kalau boleh jujur, Ayla agak aneh akhir-akhir ini. Mood nya tidak tertebak. Kadang sabar, kadang manja, kadang kelihatan tak bersemangat. Ditatapnya Ayla lekat, sambil bersidekap. Situasi ini terasa familiar buatnya.

Jangan...jangan... Rio menebak-nebak.

Namun, focusnya keburu teralihkan karena melihat Ayla batuk-batuk sembari mengipas-ngipaskan tangan. Dia terperanjat. Sadar rokoknya masih mengepul di atas meja. Buru-buru dimatikannya rokok lalu menyingkirkan asbaknya ke pojokan.

Bibir Ayla semakin cemberut. Dia tak pernah melihat Rio merokok di rumah. Makanya dia agak kecewa. Terutama ketika ingat perkataan Maya sehari sebelum dia pulang ke Vietnam.

"Maya pernah bilang, kamu selalu ngerokok tiap kali berantem sama dia. Apa sekarang kamu lagi ingat sama dia, makanya kamu ngerokok?'

"Nggak gitu, Ay," jawab Rio, "Kadang-kadang aja kalau lagi capek."

Takut memperpanjang masalah, Rio tersenyum dan segera membuang sebungkus rokok yang tersimpan di saku celananya ke tempat sampah. Kalau firasatnya benar, dia harus menjaga Ayla lebih baik lagi mulai sekarang. Ayla tidak boleh stress dan capek.

Pikiran itu membuat rasa syukurnya melambung tinggi. Kebahagiaan merasuki hatinya. Nanti, dia harus ingat untuk mampir ke apotek dan membelikan Ayla testpack!

"Nah, gitu, dong." Ayla tersenyum senang dan berjalan mendekat. Dibukanya kotak bekal yang ada di tangan Rio. "Kalau kamu lagi pingin ngerokok, kamu makan aja ini."

Ayla menyuapkan potongan besar tahu goreng ke mulut suaminya. "Enak, kan?"

Rio hanya manggut-manggut dengan pipi menggelembung. Mencoba terus tersenyum.

Ayla langsung terkekeh di tempatnya.

***

Until The End (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now