Sweet Happy Tears

48 3 1
                                    

Sekembalinya Maya ke Vietnam, si kembar terlihat lesu. Mereka jadi tidak terlalu banyak berbicara. Padahal, ibunya sudah mengatakan akan kembali menemui mereka beberapa bulan lagi. Bahkan, berencana tinggal permanen di Bandung. Tapi tampaknya tidak terlalu memberikan pengaruh.

Hari minggu pagi. Aroma wangi sesuatu yang dipanggang, memenuhi ruangan. Merasa tertarik, Silva menghampiri ibu sambungnya di dapur.

"Bunda bikin apa?" tanya Silva, penasaran.

"Apa coba, tebak?" tanya Ayla, bermain-main.

"Mm...bolu, ya? Wanginya sih, mirip bolu," tebak Silva, tampak berpikir sungguh-sungguh.

Kebingungan seketika melanda Ayla. Firasatnya tak enak. Waduh....jangan-jangan gagal lagi usahanya!

"Bunda lagi nyoba bikin pizza, Dek."

"Pizza? Asiiiik!" Silva bersorak gembira. "Jadi nggak sabar pingin nyicipin."

Si kecil menggosok dua tangannya penuh semangat. Ayla jadi semakin resah. Masalahnya, kemampuannya mengreasikan makanan sebenarnya tidak terlalu bagus!

Ting! Tak lama, oven berbunyi. Tanda sesuatu di dalamnya sudah matang.

"Cepet keluarin, Bun!" seru Silva menunjuk-nunjuk oven dengan tidak sabar.

Ayla mau tidak mau, menurut. Menarik pizzanya keluar menggunakan bantuan penjepit khusus lalu membawanya ke meja makan. Silva bergegas mengekor di belakang. Lalu, buru-buru naik ke atas kursi. Ingin melihat kreasi Ayla.

Ada kepulan asap menguar, menyamarkan bentuk asli pizzanya. Tapi lama-lama, baru terlihat sebagian lapisan atasnya bernoda kehitaman, sebagiannya lagi mengembang seperti gunung kecil.

"Bun, pizzanya gosong! " celetuk Silva.

"Aduh, iya, ya..." komentar Ayla, mulai merasa mukanya merona.

Gagal di rumah sih, sudah biasa. Tapi mempertunjukan kegagalan di depan anak-anaknya, bukankah sangat memalukan?

"Kak Nahya jago masak loh, Bun. Bentar aku panggilin." Silva turun dari kursi lalu berlarian ke kamar, tak memedulikan Ayla yang berusaha mencegahnya. "Eh, takutnya Kakak lagi repot, Dek..!

Tapi Silva keburu menghilang.

Tak disangka, Nahya benar-benar muncul bersama Silva. Ayla terkesiap melihatnya.

"Tuh, Kak, lihat. Pizza buatan Bunda aneh. Kakak kan pernah bikin pizza waktu itu, coba ajarin Bunda," kata Silva, menunjuk bukti kegagalan Ayla.

Nahya mengamati pizza itu penuh rasa ingin tahu. Dia lalu mencolok-colok rotinya menggunakan pisau kecil.

"Wah, kayanya Bunda salah masukin bahan, nih. Bunda masukin baking powder nya segimana? Nguleninya masih salah kayaknya!" katanya. Tidak lagi menggunakan panggilan 'Tante'.

Ayla berusaha menyembunyikan senyuman. Yes! pekiknya dalam hati. Senang karena siasatnya berhasil. Yah, meskipun harus terpaksa menanggung rasa malu.

Kata Rio, Nahya hobi belajar memasak. Cita-citanya jadi chef. Makanya Ayla sengaja mengatur strategi.

"Sini, aku ajarin, Bun. Lihat baik-baik ya, Bun, " kata Nahya sok tahu. Dia mengambil timbangan, kemudian menimbang bahan-bahan yang diperlukan.

Ayla berusaha mengikuti ritme itu. "Siap, siap!"

"Kalau salah takaran dikit aja, bisa fatal, Bun. Makanya harus hati-hati..."

"Gitu, ya. Kalo terigunya segimana?"

"Bentar aku browsing dulu, Bun. Lupa!"

Nahya tertawa-tawa. Ayla dan Silva ikut-ikutan.

Until The End (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang