My Sacred Commitment

40 3 1
                                    

Curah hujan menipis, bersamaan datangnya mobil derek. Tak butuh waktu lama, semua urusan administrasi telah Rio bereskan, sementara Ayla menunggu di dalam mobil.

Rio lalu memandangi langit yang makin menggelap. Tak lama lagi, magrib akan menjelang. Nuraninya kurang berkenan membiarkan seorang gadis pulang naik transportasi umum sendirian, apalagi di cuaca tak mendukung seperti ini. Di sisi lain, kalau dia mengantar Ayla, bukankah dia akan bertemu dengan keluarga gadis itu?

Rio tak mau terlalu banyak berharap. Perbedaan latar belakang mereka bagaikan bumi dan langit. Ayla berasal dari keluarga berada, amat berbeda dengan keluarganya yang sederhana. Ditambah statusnya sekarang, duda tiga orang puteri. Masih untung kalau dia tidak langsung ditendang papa-mama Ayla nanti.

Meski begitu, mulutnya telah lebih dulu bertindak. "Ayla, mau kuantar pulang?"

Reaksi Ayla selanjutnya menyemai keharuan di hati Rio. Membuatnya terperangah.

"Iya, aku mau ngenalin kamu ke orangtuaku."

Tak ada keraguan dalam suara Ayla sedikitpun. Jemari Rio yang sedang menggengam kemudi, terkepal. Kalau Ayla yang terbiasa passive saja memutuskan maju selangkah demi dirinya, bukankah dia juga harus melaju dengan berani?

Bismillahi tawwakaltu 'Ala Allah. Laa haula wa laa quwwata illa billah...

Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal. Tiada daya dan kekuatan selain pada Allah.

Hari ini, sepertinya akan menjadi titik tolak penting hubungannya bersama Ayla. Keresahannya mereda setelah memasrahkan segalanya pada Sang Khalik. Biar Allah saja yang mengatur segalanya.

***

Kediaman Ayla di daerah Bandung Selatan sangat nyaman. Rumah satu lantai berukuran dua kavling tipe 36 yang dijadikan satu. Pekarangannya dihiasi pepohonan, tanaman-tanaman hias dalam pot yang berjejer rapi serta kolam ikan kecil. Segalanya masih tampak sama seperti yang diingat Rio belasan tahun silam. Mengerling ke dalam garasi, ada Honda civic hitam di sana. Mobil papa Ayla.

Lelaki itu mulai deg-degan,

"Ay, kamu masih ingat, aku pernah sekali datang ke sini," celetuk Rio, setelah memarkir mobilnya di depan rumah Ayla.

Pipi Ayla merona, terbayang kejadian konyol di masa silam. Di jeda istirahat sekolah, rok abu-abu Ayla dirembesi darah menstruasi. Rio yang tak sengaja melihatnya, spontan mengusulkan sesuatu yang absurd.

"Kamu kenapa bisa-bisanya mau ngambilin taplak cadangan di meja wali kelas, buat nutupin rok aku?" tanya Ayla, terkekeh-kekeh.

"Sumpah, waktu itu aku nggak kepikiran ide lain. Aku takut temen-temen keburu mergokin kamu," timpal Rio. Tak mungkin dia membiarkan Ayla malu dan jadi bahan olok-olokan orang lain.

"Untung ada Hasan, ya..."

"Untung ada si Hasan..."

Rio dan Ayla berkata nyaris bersamaan. Keduanya lalu tertawa. Terkenang kembali peristiwa kocak di saat-saat genting dulu. Rio yang melihat Hasan berkeliaran memakai jaket, langsung menyita paksa jaketnya itu tanpa penjelasan. Mimik Hasan yang bengong sejadi-jadinya melihat Rio membantu menyelubungkan jaket ke sekeliling pinggang Ayla, benar-benar sulit dilupakan.

Tiba-tiba, pintu ruang tamu Ayla membuka. Dari dalamnya, muncul sesosok wanita paruh baya mengenakan mukena. Beliau berdiri di teras. Memicingkan mata guna mengamati kendaraan putih yang nangkring di depan pelatarannya.

Tawa Ayla dan Rio terhenti. Mereka serentak menahan napas.

"Itu Mama," jelas Ayla singkat.

"Mm... ayo kita sapa," ajak Rio sembari membuka seatbelt. Batinnya mengucapkan bismillah berulangkali. Ayla mengikuti. Keduanya membuka pintu mobil bersamaan lalu turun. Dan dengan sigap, Rio membantu membukakan pagar, menyilakan Ayla masuk lebih dulu.

Until The End (Sudah Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora