Lift Me Up

34 2 4
                                    


Di dalam mobil travel, Rio memutus percakapan di telpon. Mulutnya kembali mengembuskan napas berat. Barusan, dia meminta Maya tidak usah menginap lagi di rumah, karena perjalanan bisnisnya selesai lebih cepat, jadi dia sedang dalam perjalanan pulang.

Kedengarannya, Maya tidak senang.

Rio juga telah berusaha menghubungi Ayla, tapi ponselnya tidak aktif. Bayangan Ayla bermain di mata. Entah bagaimana kabar gadis itu, dia merasa amat bersalah karena tidak bisa sering menghubungi. Pekerjaan dan materi pelatihan di kantor telah menguras pikiran dan tenaganya.

Rio melirik jam di ponselnya. Pukul tujuh malam. Kalau perjalanan lancar, dua jam lagi dia akan tiba.

Sepasang maniknya kian menyipit. Jujurnya, Rio terjepit oleh rasa berdosa dari segala penjuru. Maya, Ayla serta puteri-puterinya. Harus seperti apa dia menempatkan diri di antara wanita-wanita itu tanpa menyakiti. Mendekati Bandung, perasaannya bertambah waswas. Banyaknya jumlah mobil berukuran besar seperti tronton, menyebabkan perjalanan di tol sedikit terhambat. Sepertinya, dia akan terlambat sampai di rumah.

Tiga jam kemudian, Rio turun dari mobil travel, membawa serta kopernya. Digesernya pagar sepelan mungkin, supaya tidak menimbulkan kegaduhan.

Tampak dari luar, suasana rumah sangat tenang.

Rio sudah mendengar kabar bahwa anak-anak seminggu ini banyak menghabiskan waktu di luar bersama ibunya. Pasti mereka kecapaian. Dia jadi penasaran apa Ayla masih terbangun?

Sebelum memasuki kamarnya sendiri, Rio menyempatkan melongok ke kamar anak-anak. Koper dia letakkan di lantai. Namun, begitu dibuka, ternyata tidak ada siapa-siapa. Hanya ada selembar kertas di atas ranjang.

'Pah, kita diajakin Mama nginep di hotel. Besok baru pulang. Dadah, Papah. Sampai ketemu besok.'

Itu tulisan Navya.

"Maya..." keluh Rio, meremat kertas itu. Kesal karena mantan istrinya itu selalu saja memutuskan segalanya sepihak.

Bunyi notifikasi pesan masuk lalu terdengar. Rio meraih ponsel di saku celana. Tertera tulisan capslock dari Maya. 'SELAMAT BERSENANG-SENANG!'

Membacanya, Rio menipiskan bibir.

Maya selalu punya seribu satu cara membuat rasa lelahnya jadi bertambah dua kali lipat. Sekali lempar, kertas dalam genggaman Rio pun masuk tepat ke tempat sampah di dekat pintu. Ponselnya dia simpan kembali.

Rio berjalan menuju kamarnya dan Ayla. Tapi ketika pintu dibuka, dia memergoki Ayla sedang tertidur pulas di atas sajadah.

Perasaan lelah dalam hatinya mendadak lenyap.

Sambil berjongkok, Rio meraup tubuh Ayla ke dalam gendongannya. Sekarang setelah Ayla bersandar di dadanya, baru terlihat ada jejak kemerahan di bagian hidung dan sekitar mata gadis itu.

Ayla habis menangis!

Hati Rio langsung terpilin. Bukankah seharusnya cinta itu bersifat sederhana. Kalau tidak bisa membuatnya tertawa, cukup membuatnya jangan menangis. Tapi kenapa dia malah tidak bisa melakukan kedua-duanya.

Payah.

"Aku harus gimana supaya bikin kamu bahagia? Ay, tolong kasih tahu aku," gumamnya, seraya menyeka bekas tangisan di pipi Ayla.

Merasakan ada yang membelai pipinya, mata Ayla bergerak-gerak lalu membuka. Dia terkesiap setelah mengetahui Rio ada di depannya. Tanpa bisa dicegah, emosinya kembali mengambil alih logika.

Until The End (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now