Pingsan

1.3K 155 4
                                    

"Wuih! Komandan kita udah dateng pagi gini!" seru Handeka yang sedang duduk di atas motor. Didekatnya ada Fahmi dan Agus.

"Gimana kabar si Otong, Dan?" tanya Fahmi, disambut gelak tawa yang lain.

Aku melirik mereka, sembari memarkirkan motor. "Sini antri!" ucapku, berdiri di dekat motor. "Mau berantem sama gua?"

"Sabar, Dan. Pagi-pagi udah emosi aja," ucap Agus.

"Lagian dari kemaren bahas itu mulu!"

Tin! Tin!

Aku menoleh, terlihat Bimo datang dengan senyuman mengembang. "Pagi, Dan," sapanya.

"Nah gara-gara anak ini!" Aku menghampirinya lalu menjitak kepalanya.

"Ampun, Dan!"

"Pokoknya jangan ada yang bahas masalah jimat kemaren! Nih liat gua udah bawa yang baru!" Aku menunjukkan jimat pemberian ibu.

"Kagak salah lagi, kan?" tanya Bimo.

"Kagak dong!"

"Coba lu tes tampol muka si Bimo!" pinta Agus.

"Lah kok gua!" Bimo melangkah mundur.

"Ayo, Bim. Siapa tau abis ditampol makanan nyokap lu langsung enak," ledek Handeka.

"Wah! Deka mancing-mancing," sahut Bimo.

Aku meminta ketiga teman yang lain menyeret Handeka ke hadapanku. "Ampun, Dan. Ampun," rengeknya, tapi ketiga temanku yang lain tak melepaskannya.

"Siap?" Kubaca mantra yang diajarkan ibu sebelum berangkat sekolah. Darah ini seakan-akan mengalir deras. Otot-otot pun menegang dan mengeras. Kudekati Handeka lalu menamparnya. Plak! Ia langsung jatuh pingsan.

Ketiga temanku tampak kaget dan mencoba membangunkannya. "Dek! Deka!" Bimo menepuk pipinya.

"Parah lu, Dan. Anak orang ampe tepar begini," ucap Agus.

"Dek! Jangan akting dah lu," ucapku seraya menggoyangkan tubuhnya, tapi ia tidak bangun juga.

"Dia kagak mati, kan?" Fahmi tampak panik.

"Kagak. Itu masih ada napasnya." Aku bisa melihat dadanya yang  kembang kempis. "Bawa ke ruang UKS!" perintahku.

Kami menggotong Handeka ke ruang UKS. "Kenapa ini?" tanya Bu Ayu, pegawai yang menjaga ruang UKS.

"Pingsan, Bu. Kayanya belum sarapan," sahutku, seraya membaringkan tubuh Handeka di atas tempat tidur.

Bu Ayu memeriksa keadaan Handeka, "Ini pipinya kok merah banget?" tanyanya.

"Tadi pas pingsan pipinya nempel ke knalpot." Semoga saja ia percaya dengan alasanku yang kurang masuk akal.

Bu Ayu meraba pipi Handeka dan melihatnya dengan teliti. "Knalpot apa yang bentuknya kaya telapak tangan?" ucapnya. Sontak kami hanya bisa berdiri canggung, tak tau harus menjawab apa. "Siapa yang mukul, Deka? Hayo, ngaku!" sentaknya.

"Saya, Bu!" Aku terpaksa mengaku.

"Kalian ini masih gak kapok juga. Gak di luar, gak di sekolah, hobi banget berantem."

"Maaf, Bu." Aku sedikit menundukan kepala.

Bu Ayu mengambil minyak kayu putih lalu mengoleskannya di dekat lubang hidung Handeka. Tak lama, ia tersadar dan langsung merintih kesakitan sembari memegang pipi.

"Bentar ibu kasih salep." Bu Ayu mengambil salep, lalu mengoleskan ke pipi Handeka. "Aidan, sekali lagi ibu denger kamu berantem di sekolah. Ibu laporin ke Kepala Sekolah."

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now