Diskusi

1.2K 128 8
                                    

Aku melirik Fahmi dan Reno, "Tapi, Pak," ucapku.

"Tapi apaan? Kalau kalian nolak, bapak kasih hukuman lebih berat," potong Pak Dimas.

"Maksud saya, Fahmi sama Reno kan non muslim, Pak."

"Eh, bapak lupa. Buat Reno sama Fahmi bisa bikin essay tentang sekolah, minimal 3000 kata. Jangan nulis tentang tawuran!" Pak Dimas menekankan kalimat terakhir.

"Baik, Pak," sahut Fahmi dan Reno dengan senyuman mengembang. Enak sekali mereka tidak perlu pergi ke pesantren selama seminggu.

"Buat yang pergi ke pesantren. Tanggal 22, kumpul di sekolah jam 12 siang."

"Baik, Pak," sahutku dan yang lain.

"Segitu aja dulu. Kalian boleh balik ke kelas." Pak Dimas mengakhiri sesi pemberian hukuman.

"Kalian bikin masalah apa lagi?" tegur Salma saat kami ke luar dari ruangan BK.

"Kepo amat!" sahut Agus. Kemudian kami berlalu menuju kantin untuk sarapan.

Kami duduk di kursi panjang, depan kedai nasi campur. "Gua pikir hukumannya cuman nulis ceramah pas teraweh," ucap Handeka.

"Udah kaya anak SD aja nulis begituan," sahut Fikri.

"Hahahaha, tapi kangen banget lah nulis begituan."

"Emang lu terawehan juga, Dek?" tanyaku sembari memotong telor kecap dengan sendok.

"Awal doang, Dan. Sisanya mengarang bebas aja." Handeka cengengesan.

"Kalau males tinggal cari ceramah di youtube, terus tanda tangan sendiri," ucap Bimo.

"Bener tuh! Cuman yang bikin pusing tuh bikin tanda tangannya harus mirip," sahut Agus.

Bimo menatapku yang sedang asik makan, "Lu kagak pernah terawehan, Dan?" tanyanya.

"Ya pernah pas bokap gua masih idup. Kalau sekarang sih sholat aja bisa diitung jari," balasku, merindukan masa-masa salat tarawih bersama ayah. Masa di mana ibu belum menjadi seorang dukun. Sehingga tidak ada larangan beribadah.

"Sampe kapan nyokap lu ngelarang buat sholat, Dan?" tanya Handeka.

"Ya gak tau sih. Mungkin sampe gua punya duit sama rumah sendiri. Kalau sekarang kan gua masih tergantung sama nyokap, Dek," balasku.

"Emang lu kagak bisa sholat diem-diem gitu?"

"Ya, bisa. Cuman pasti bakal ketauan juga, Dek. Gua juga bingung nyokap gua bisa tau dari mana."

"Mungkin dia punya Jin buat mata-matain lu," ucap Fahmi.

"Bener, kayanya sih begitu." Ibu memang pernah bilang kalau saya ada penjaganya. Meskipun penjaga itu tidak terlalu berguna saat tawuran, karena ujung-ujungnya babak belur.

"Ini gimana, ya? Gua gak pernah nulis essay panjang," ucap Reno.

"Gimana kalau kita tukeran aja, Ren? Lu yang ke pesantren, gua yang bikin essay," sahut Bimo, seraya mengemil kerupuk.

Reno menyeruput es teh, "Lah ntar di pesantren gua cuman planga-plongo doang."

"Lu login dulu lah, Ren. Abis itu boleh logout lagi," sahut Guntur.

"Bisa dicoret dari Kartu Keluarga gua, keluar-masuk kristen."

"Essaynya kan tentang sekolah, lu ceritain apa gitu. Misalnya kisah cinta bertepuk sebelah tangan antara Bimo sama Sherly," usulku.

"Kurang seru, Dan. Itu sih cowok bucin yang tak dianggap," sahut Agus.

"Gus! Gus! Mulut lu mau gua olesin sambel." Bimo membuat tutup sambel di hadapannya.

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now