Puasa Terakhir

1.5K 178 32
                                    

Sekembalinya dari masjid. Kondisi ruang tengah kembali berantakan. Sepertinya Jin peliharaan ibu sedang menantangku. Oke, saatnya diberi pelajaran berharga. Kuambil ponsel di kamar, lalu menelepon Bimo.

"Bim, minta nomer Kyai Ali dong," ucapku saat telepon diangkat.

"Ada apaan emang, Dan?" tanyanya.

"Besok gua ceritain. Sekarang minta nomernya dulu."

"Okeh, ntar malem lu ke markas, gak?"

"Kayanya gak dulu, soalnya gua musti ke rumah sakit."

"Hah? Siapa yang sakit?"

"Nyokap gua, Bim."

"Ntar malem kita ke sana. Rumah sakit mana?"

"Gak usah, Bim. Nyokap gua masih marah."

"Oh, yaudah. Titip salam aja, semoga cepet sehat."

"Oke. Dah dulu ya."

"Sip."

Kututup telepon lalu membuka grup WhatsApp. Bimo sudah membagikan nomor Kyai Ali. Bergegas aku mengirimkan pesan padanya.

Tak lama, pesan dibalas. Aku pun menceritakan kejadian di rumah. Kya Ali menyarankanku untuk melakukan rukiyah rumah. Namun, sebelumnya dicoba dulu memutar murotal surat Al Baqarah.

Aku mencari video murotal di youtube. Kemudian, menyambungkan ponselku pada speaker, agar suaranya menggelegar. Suara murotal memenuhi seisi rumah. Aku pun lanjut merapikan rumah. Sampai semuanya tuntas, tak ada gangguan sedikitpun. Sepertinya caranya berhasil.

Aku terus memutar murotal itu berulang kali. Bahkan saat ditinggal ke masjid untuk salat ashar, murotalnya masih tetap menyala. Hasilnya? Rumah tidak lagi berantakan. Suara benda dibanting pun menghilang.

_________

Setelah salat tarawih, aku pergi ke rumah sakit. Tak lupa membeli makanan kesukaan ibu. Lumpia basah. "Makan dong, Bu," ucapku, karena makanan bawaanku sama sekali tidak dilirik olehnya.

"Gak. Kamu aja yang makan," balasnya.

"Ih aku udah kenyang!"

"Ya sama."

Aku meraih tangannya, tapi langsung ditepis. "Sampe kapan ibu marah-marah terus?"

"Sampe kamu balik kaya dulu," balasnya.

"Kalau aku gak mau balik kaya dulu?"

"Berarti kamu emang pengen ibu cepet mati."

"Aneh, harusnya ibu seneng anaknya ada di jalan yang bener. Eh ini malah ancam mati segala."

"Kamu gak ngerti sama situasi sekarang ini, Ai."

"Ya jelasin dong, biar aku ngerti."

"Kamu janji dulu, kalau ibu jelasin bakal ninggal semua syariat agama."

"Gak mau, Bu." Susah-susah menjemput hidayah, masa aku harus kembali seperti dulu.

"Ya udah, terserah kamu." Ibu memalingkan wajahnya.

"Ibu penasaran gak, kenapa pas hari itu aku bisa bangun dari tidur," ucapku.

"Gak!"

"Ayah datang dan bangunin aku. Ayah yang minta aku buat balik ke jalan yang bener. Aku ini anak satu-satunya, Bu. Kalau aku gak doain ayah, siapa lagi yang mau doain. Ibu malah nambah beban dosa ayah di akhirat," ceritaku.

"Ayah kamu juga salah. Pergi cuman ngewarisin rumah sama hutang doang. Jadi gara-gara dia, ibu jadi kaya gini," balas Ibu, masih memalingkan wajah.

"Apa ibu gak rindu sama suasana di bulan puasa?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 05, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now