Syarat Melepas Jimat

1.3K 156 3
                                    

"Ai, bangun." Aku mendengar suara ibu. Kubuka mata perlahan, terlihat wajah ibu sudah ada di hadapan.

"Ini di mana, Bu?" tanyaku dengan suara lemas.

"Rumah sakit," balasnya.

Aku melirik tirai pembatas berwarna hijau yang ada di belakang ibu. Serta tangan kanan yang sudah ditusuk jarum infus. "Kok aku dibawa ke rumah sakit?" tanyaku.

"Biar Bimo yang jelasin." Ibu menatap tirai hijau di samping kiri.

"Mana Bimo?" tanyaku.

"BA!" Ia muncul dari balik tirai, cukup membuatku terkejut. Ia mulai menceritakan kejadian di masjid sekolah. "Lu sempet teriak, panas-panas! Pas gua tanya kenapa, lu gak ngejawab. Malah badan lu jadi merah banget kaya udang rebus. Abis itu, gak lama pingsan," cerita Bimo.

"Makanya kalau ibu kasih tau itu nurut, Ai. Udah dibilang jangan sampe kena air wudhu kalau bawa jimat itu," ucap Ibu.

"Aku gak wudhu, Bu." Memang kenyataannya aku tidak wudhu.

"Bener, Tan. Aidan gal wudhu, cuman dia kejang-kejang pas pegang Al Qur'an," sahut Bimo.

"Ya pantesan, wudhu aja gak boleh apalagi pegang Al Quran," ucap Ibu.

Aku kira dengan menyimpan jimatnya di dalam tas, semuanya akan aman. Ternyata perkiraanku salah. "Padahal aku gak bawa jimatnya ke mesjid, Bu," ucapku.

"Gak bawa gimana? Ini apaan?" Ibu menunjukan jimat itu padaku.

Aku terkejut melihat jimat itu sudah ada di tangannya. "Kok bisa ada di ibu? Ibu ambil di tas?"

"Tas lu aja masih ada di sekolah, Dan," sahut Bimo.

"Lah terus, ibu ambil jimat itu dari mana?" Aku bingung sekali.

"Di kantong celana kamu," balas Ibu, membuatku semakin bingung.

"Kok bisa? Aku udah masukin ke dalam tas loh."

"Bimo bilang kamu udah baca mantranya. Berarti jimat ini udah bersatu sama kamu dan bakal ngikut terus," jelas Ibu.

"Kenapa ibu gak kasih tau?" Aku agak kesal.

"Lagian kamu berangkat sekolah buru-buru banget," balasnya.

"Bisa dilepas gak, Bu?" Aku tak mau tersiksa gara-gara jimat itu lagi.

"Bisa, tapi nanti diomongin di rumah aja."

"Oke."

"Bimo, tolong bilangin ke guru piket kalau Aidan izin sakit," pesan Ibu.

"Oke, Tan."

"Tas gimana?" tanyaku.

"Ntar gua anterin ke rumah pas balik sekolah."

"Makasih, Bim."

Ibu bangkit dari kursi. "Tunggu sebentar," ucapnya lalu berjalan ke luar ruangan.

Aku melirik Bimo, "Gua kagak kesurupan, kan?"

"Kagak," balas Bimo.

"Hmm, terus anak-anak lain atau Pak Imam ada yang curiga, gak?" Aku berharap tak ada satupun dari mereka yang tau tentang jimat.

"Aman kok. Lagian di sekolah yang tau ibu lu dukun kan cuman anak gank. Jadi gak ada yang nyangka kalau itu gara-gara jimat. Malahan Bu Ayu ngira lu kena tampak," jelas Bimo.

"Oh, okelah. Gua jadi gak was-was lagi. Soalnya kalau sampe masalah jimat ini ketauan. Bisa-bisa langsung dikeluarin dari sekolah."

"Masa ampe segitunya?"

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now