Gendong Genderuwo

1.3K 147 10
                                    

"Siap?" tanya Ibu.

Aku sudah pasrah, harus menggendong Genderuwo ke rumahnya. "Siap, Bu," balasku dengan suara lemah.

Ibu memegang pundakku, lambat laun sentuhannya terasa panas. "Tahan," bisiknya.

Heu!

Kurasakan ada beban berat di pundak, hingga membuat posisi tubuh sedikit membungkuk. "Berat banget, Bu," ucapku.

"Tahan. Lama-lama pasti biasa."

Aku melangkah ke luar rumah dengan susah payah. "Kalau begini, belum sampe pemakaman udah pingsan duluan, Bu."

"Ibu yakin kamu pasti bisa. Masa jagoan yang hobi tawuran baru segini aja udah ngeluh."

"Ini beda, Bu!" Lebih baik babak belur pas tawuran dari pada harus menggendong Genderuwo. Mana berat banget lagi. Jangan-jangan ini Genderuwo gendut, kebanyakan makan sesajen.

Tiba-tiba bebannya semakin berat. "Aduh!" pekikku, seraya menghentikan langkah.

"Ada apa, Ai?" tanya Ibu yang berjalan di sampingku.

"Ini kenapa jadi makin berat."

Ibu terdiam sambil menatap ke belakangku. "Emangnya tadi kamu ngomong apa?" tanyanya.

"Kagak ngomong apa-apa. Kan dari tadi lagi fokus jalan," sahutku.

"Katanya, kamu bilang kalau dia gendut."

Bagaimana ia tau isi pikiranku? "Enggak, Bu," elakku. Disambut dengan beban yang semakin berat hingga tubuh ini membentuk suduh 90 derajat.

"Jangan bohong, Ai. Bangsa Jin itu bisa baca isi hati kamu. Jadi mending jujur aja," ucap Ibu.

"Iya! Aku minta maaf udah bilang dia gendut." Aku terpaksa mengaku, dari pada punggung ini patah.

"Nah gitu." Ibu mengusap-usap punggungku. Tak lama kemudian, beban ini menjadi agak ringan. Sehingga aku bisa melanjutkan perjalanan dengan mudah.

Setelah berjalan cukup jauh, kami pun tiba di depan area pemakaman. "Kalau ada yang liat gimana, Bu?" tanyaku sambil melewati gerbang pemakaman.

"Tenang aja. Bilang kalau lagi uji nyali," balasnya dengan santai.

"Pohonnya yang mana, Bu?" Aku mengedarkan pandangan. Tak telihat ada pohon beringin.

Ibu celingak-celinguk, "Eh, di mana, ya?" Ia malah ikut kebingungan.

"Jangan bilang kalau salah TPU!" Aku sudah tak sanggup bila harus berjalan jauh lagi.

"Bener kok ini!" Ibu tetap yakin kalau pohon beringinnya ada di sini.

"Coba ibu tanya ke dia!"

Ibu terdiam sebentar, "Bener di sini!"

"Lah terus mana pohonnya?" Sejauh mata memandang tidak terlihat ada pohon beringin.

"Ohhh ... dia bilang rumahnya udah digusur," ucap Ibu.

"Masa di dunia Jin ada penggusuran?" Aku baru pertama kali mendengar tentang hal itu.

"Maksudnya, pohon beringinnya udah ditebang."

"Ohhh, bilang dong! Terus direlokasi ke mana?"

"Pohon itu aja!" Ibu menunjuk pohon kamboja yang berada di tengah pemakaman.

"Oke!" Bergegas aku berjalan ke sana, melewat area pemakaman yang cukup gelap.

Bruk!

"Aw!" Aku tersandung batu nisan. "Maaf," ucapku seraya bangkit.

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now