Jin Nasab

1.1K 139 13
                                    

Ustad Walid terus mengulang-ulang bacaan surat Al Fatiha, An Nas, Al Falaq, Al Ikhlas, Ayat Kursi, beberapa surat yang tidak kukenal. Entah diulangan ke berapa, Hamim tiba-tiba muntah. Beruntung, kami sudah dibekali kantung kresek hitam.

Aku melirik Bimo yang terus bersendawa, sembari menghitung dalam hati, kapan ia akan muntah. Hue! Ia pun muntah dan aku pun senang melihatnya tersiksa. Sampai Ustad Walid berhenti membaca ayat-ayat suci, tak ada sedikit pun reaksi yang kurasakan.

"Kok Idan kagak kenapa-napa?" protes Bimo.

"Lah gua emang baik-baik aja," sahutku dengan bangganya.

Ustad Walid memintaku untuk meminum air yang tadi sudah dibacakan doa. Saat air itu membasahi tenggorokan. Kurasakan panas yang luar biasa. Hingga langsung memuntahkan air itu lagi.

"Panas, Pak Ustad," ucapku.

"Panas dari mana sih, Dan! Orang dingin gini." Kini giliran Bimo yang menyombongkan diri. Ia dengan cepat menghabiskan air itu.

"Kalau panas biasanya jinnya sudah menyatu di badan kamu," ucap Ustad Walid.

"Menyatu gimana, Pak Ustad?" tanyaku, bingung.

"Maksudnya dia udah lama ada di badan kamu. Biasanya kalau begini namanya Jin Nasab," jelasnya.

"Jin Nasab itu apaan, Pak Ustad?" tanyaku, baru mendengar nama itu.

"Jin turunan."

"Ah, Pak Ustad bercanda. Masa ada Jin Turunan, berarti ada Jin Tanjakan atau Belokan," kelakarku, tapi tak membuat wajah Ustad Walid tersenyum.

"Saya gak lagi bercanda, Aidan. Jin turunan itu susah banget dilepas. Butuh waktu lama buat bener-bener lepas darinya."

"Nahloh." Bimo tersenyum senang.

"Apa Jin kaya gitu udah pasti ganggu, Pak Ustad?" tanyaku, mulai serius.

"Iya, biasanya mereka bisikin hal-hal buruk dan bikin kamu males ibadah."

"Wah cocok banget!" seru Bimo.

"Kalau bener ada Jin Turunan di badan saya. Saya pengen banget lepas dari dia, Pak Ustad." Aku ingin terbebas dari Jin negatif ini. Supaya ibu tidak bisa mengendalikanku.

"Besok, saya akan minta Kyai Ali untuk dateng ke sini," balas Ustad Walid.

"Kyai Ali itu siapa, Pak Ustad?" tanyaku.

"Ahli Rukiyah, beliau pasti bisa bantu ngelepasin Jin Nasab di badan kamu."

"Makasih, udah mau bantu saya, Pak Ustad." Semoga saja Kyai Ali benar-benar bisa melepaskan Jin Nasab ini.

"Sekarang coba kamu minum lagi airnya," perintah Ustad Walid.

Kucoba meminumnya. Hue! "Masih panas, Pak Ustad," balasku sambil menjulurkan lidah yang terasa melepuh.

"Yaudah, jangan dipaksa, berarti dia masih ngelawan."

Kami diminta membubar diri, kembali ke kamar masing-masing. Aku duduk di kursi sembari menghadap jendela yang terbuka. Apa Jin Nasab yang Ustad Walid maksud berbentuk Kuntilanak atau ada Jin lain yang sudah lama menghuni tubuhku?

Ibu memang pernah bilang ada Jin yang menjagaku. Aku pikir itu hanya Jin biasa yang takut dengan doa standar. Sementara yang ada di tubuhku begitu kuat, karena dapat menahan ayat-ayat rukiyah.

Bruk! Bimo bergerak dengan cepat menutup jendela. "Ngapain ditutup, Bim?" protesku.

"Tidur! Tidur! Gak usah ngeliatin pohon itu mulu!" omelnya, seperti ibu-ibu sedang mengomeli anaknya.

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now