Ibu Datang ke Mimpiku

1K 140 4
                                    

Setelah kejadian memalukan tadi, kami melanjutkan perjalanan ke minimarket yang berada di sebrang jalan. Ustad Walid berpesan agar aku lebih banyak berdzikir. Semua peralatan mandi dan makanan camilan sudah kubeli. Kami pun kembali ke asrama. Sesampainya di kamar, seorang pengurus asrama bernama Mas Rizal datang sambil membawa selembaran jadwal kegiatan.

Aku hanya bisa bengong menatap jadwal yang begitu padat. "Gak ada kesempatan buat tidur seharian ini sih," keluhku.

"Iya, jadwalnya lebih padet dari pada sekolah," balas Bimo.

"Mata gua ngantuk banget." Gara-gara semalam bangun lebih awal, sekarang mata ini sudah terasa perih.

"Ada waktu dua jam, Dan, kalau lu mau tidur," ucap Handeka.

"Gua tidur bentaran, ya. Ntar bangunin aja," pesanku, lalu membaringan tubuh.

"Oke!" sahut Bimo.

Aku menenangkan pikiran sambil memejamkan mata. Tak terasa, sudah berpindah ke dunia mimpi. Mimpi berada di dalam kamar bersama ibu.

"Pulang, Ai." Ibu duduk di kursi. Sementara aku dalam posisi berbaring di kasur dengan kaki dan tangan terikat.

"Gak, Bu," sahutku, berusaha melepaskan ikatan.

"Kalau begitu. Kamu gak bakal ibu lepasin."

"Aku bisa lepasin sendiri." Aku mengangkat tangan dengan sekuat tenaga. Namun, ikatan tali ini begitu kuat.

"Gak bakal bisa." Ibu terlihat santai. "Kamu pikir ibu gak tau lokasi pesantrennya?"

"Kalau ibu berani, jemput aku aja." Aku menantangnya.

"Begini aja cukup. Ibu gak perlu capek-capek pergi ke sana."

"Ini kan cuman mimpi." Aku menutup mata lalu membukanya lagi, berharap mimpi ini segera berakhir. Sayangnya, caraku tak berhasil.

"Ini bukan mimpi biasa, Ai. Cara ini biasa ibu lakuin buat calon korban."

"Aku ini anak ibu loh!" Apa ibu lupa aku adalah anak satu-satunya.

"Justru karena kamu anak ibu, jadi ibu cuman iket kamu sambil diajak ngobrol. Kalau orang lain udah ibu siksa."

"Kok ibu jahat banget sih." Aku tak menyangka ibu bisa setega ini.

"Semua demi kebaikan kamu, Ai. Ibu gak mau kamu celaka."

"Bosen. Gak ada jawaban lain?" Alasannya selalu itu-itu saja. Semua demi kebaikan aku. Padahal selama ini aku baik-baik saja.

"Gak ada. Ibu bakal lakuin apa pun demi kamu, Ai."

"Kalau gitu lepasin aku." .

"Ibu bakal lepasin kalau kamu mau pulang ke rumah."

"Aku belum mau pulang, Bu."

"Berarti kamu bakal begini terus."

"Bim! Bimo!" Aku berteriak memanggil Bimo.

"Dia gak bakal bisa bangunin kamu."

Kali ini aku pasrahkan semua pada Allah. Semoga saja Bimo berhasil membangunkanku. "Dan! Aidan!" Terdengar suara Bimo.

Aku tersenyum lebar, "Nahloh, Bimo denger suara aku."

"Percuma dia gak bakal bisa lepasin kamu." Ibu begitu percaya diri dengan kemampuannya.

Tak lama, terdengar suara lantunan ayat suci Al Quran. Ibu pun bangkit dan tampak gelisah. "Kenapa, Bu? Gerah?" ledekku.

Ibu tak menjawab ledekanku, ia malah duduk di lantai sambil merapal mantra. Lantunan ayat suci semakin terdengar kencang, membuat kamar ini bergetar hebat. Plafon kayu mulai berjatuhan, tak kuat menahan getaran. Salah satunya, berhasil menimpa kepala ibu.

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now