06. Kemenangan untuk Kita

247 67 9
                                    

Sayudha tidak pernah menyangka, krisis hidup terbesarnya terjadi di tanggal 15 Februari 1995.

Tanpa seizinnya, Kiyesa turun mengibarkan bendera perang Kamis itu sepulang sekolahnya. Itu jauh dari pengamatan Sayudha sebab lagi-lagi, jadwal pulangnya didului Kiyesa. Sementara Kiyesa sendiri yang terisi penuh dengan tekad dan semangat juangnya yang tanpa batas, bertindak seenak hatinya.

Tiga perempuan yang masih setia-setianya menanti balasan cinta dari Sayudha, ia tengahi celotehan tak berbobotnya. Kontan, mereka menoleh manakala tiba gadis lainnya. Terduduk begitu saja mengisi lapak kosong yang masih tersisa diantara mereka. Si rambut kuncir kuda menjadi orang pertama yang menyambut ketibaan Kiyesa.

"Kamu tetangga sebelah kan? Mau apa ke sini?"

Kiyesa menoleh, tersenyum serupa seorang ibu yang tengah menumpahkan hangat kasih sayangnya.

"Nunggu Sayudha," Alisnya terangkat naik ketika decihan remeh mengudara dari gadis yang figur wajahnya mirip penyihir, kalau kata Kiyesa, "Kalian ketambahan saingan satu. Salam kenal semuanya. Main bersih ya, jangan kotor."

"Mulut motor,"

Kiyesa menoleh. Sepenglihatannya, manusia yang paling berat timbangan cintanya untuk Sayudha ini, yang gurat wajahnya jauh dari kata ramah dan mirip penyihir, namanya Neraya. Wah, Sayudha. Orang-orang ini bukan main seriusnya mencintai kamu sampai bola mata mereka nyaris muntah dari cekungannya hanya karena gadis nakal ini mengudarakan sebuah kebohongan yang rupanya menyinggung perasaan mereka.

"Manusia kalem kayak Sayudha nggak bakal pernah mau pacaran sama kamu. Pulang sana. Lanjutin konser jadi-jadiannya. Daripada di sini, bukannya kamu lebih baik ke rumah sakit? Benerin pita suaramu. Nggak enak didengar kuping soalnya."

Kiyesa terkekeh dengan kepalanya yang menunduk, memantik amarah para pendengarnya lebih nyala lagi.

"Kamu ngomong kayak gitu karena merasa aku ini saingan berat kan?" Bahunya mengedik singkat. "Iya sih ada benarnya. Berapa kali dalam seminggu kalian lihat Sayudha? Kalian bahkan nggak satu kelas kalau dilihat dari angka kelas di seragam kalian. Saranku, kalian jangan tanyain pertanyaan itu ke aku kalau nggak mau merasa kalah."

Si rambut pendek yang mulutnya baru dilepas kuncinya, untuk pertama kalinya mengucapkan beberapa patah kata.

"Dia beneran cewek gila ternyata." Yang mana terasa sedikit menusuk selepas lolos dari rungu pendengarnya.

"Karena dimataku kalian nggak tahu perasaan Sayudha belakangan ini, biar aku yang bilang," Kiyesa merubah cara duduknya. Tubuhnya menegap dengan gurat wajahnya yang luar biasa seriusnya.

"Ada baiknya kalian jangan terlalu anggap serius. Perlakuan dan omongan kayak apa yang kalian dapat dari Sayudha sampai nggak menyerah tunggu dia pulang setiap harinya hampir berminggu-minggu lamanya? Disamping perasaan kalian, nggak pernah kepikiran sedikitpun tentang perasaan Sayudha? Gimana kalau dia merasa keberatan karena kalian selalu nunggu kayak gini? Gimana kalau ada cewek lain yang dia suka?"

"Kamu mau bilang, cewek itu kamu sendiri?" Neraya memangkas kalimat Kiyesa dengan senyumnya yang kelewat sarkastik.

"Mungkin?"

"Nggak," Si kuncir kuda membantah lantang, "Nggak ada rumor apapun yang bilang kalau Sayudha lagi dekat sama seseorang. Mustahil nggak ada satu pun orang yang tahu dia lagi naksir seseorang disaat ada banyak orang yang naruh perhatian dan tahu banyak informasi mendalam tentang dia."

"Kalian butuh pembuktian? Kalau kalian sebegitu banyak tahunya soal Sayudha.... tahu komik apa yang belakangan ini dia baca?"

Ketiga-tiganya serentak mengunci mulut seolah haram bagi mereka untuk berkata-kata. Kiyesa lantas mendengus geli.

Meet Me At The WindowTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon