Biru, kamu tidak bilang kalau kamu juga sebuah malapetaka.
Senin, lengkap dengan jantungnya yang meletup-letup, Kiyesa menuju pada Biru untuk meluruskan segalanya. Perihal lidahnya yang keliru menyebut nama. Perihal janjinya bahwa kejadian yang serupa kemarin, tidak akan pernah terulang lagi di masa depan. Tapi bagian pahitnya, Biru tidak pernah terbaca gerak-geriknya oleh Kiyesa bahwa nantinya akan ia bunuh perasaan Kiyesa dengan cara yang paling kejam.
Mengelibat sepintas di telinganya sebuah berita buruk yang seolah disampaikan bahagia dari langit cerah hari ini. Kiyesa bahkan belum sempat bertukar tatap dengan Biru, belum ia jumpai presensinya, namun terjadi begitu saja, ia merasa berantakan secara tiba-tiba hanya karena seuntai kalimat yang ringan diucap.
"Kamu ketinggalan berita? Ini hari kedua Biru pacaran sama anak sekolah sebelah."
Kiyesa boleh saja meragukan kalimat yang kenyataannya tidak terucap langsung dari mulut Biru. Bukan suaranya yang ia dengar. Paling tidak, Kiyesa mau mengalah kalau saja Biru sendiri yang membuat pengakuan. Namun sepemikiran gadis yang sekarang membeku sempurna ini, terasa masuk akal. Seumpama dan kalau saja—siapa tahu—Biru punya bibit manis perasaan padanya, setidaknya ia pasti merasa tersinggung manakala gadis yang ia titipkan hatinya, menyebut nama laki-laki lain padahal dengan jelas suaranya mengudara sampai ke rungunya. Hipotesa kedua, jawaban mengapa Kiyesa tidak menuntut yang lebih-lebih, sebab, apa peran yang ia mainkan? Biru dengannya sebatas teman sekelas yang baru saja menjadi lebih dekat dalam garis normal mulai hari kemarin.
Terlanjur tumbuh namun masih bisa dibunuh. Belum sepenuhnya ia tanam perasaannya untuk Biru. Kiyesa tidak keberatan kalau harus menutup rapat apa yang pernah terjadi pada hatinya karena Biru. Sampai sini pun tidak akan ia protes perihal ketidakadilan yang ia terima begitu tiba-tibanya. Hanya saja, bila ia baru saja membuka lembar pertama asmaralokanya dan ia temukan akhir cerita dilembar berikutnya, maka Kiyesa menolak jatuh hati atau merajut kasih.
Kiyesa menarik nafas.
Biru, karena namamu memang begitukah sehingga keahlianmu membuat manusia jadi biru?
Berlebihan sekali orang-orang yang baru saja ketiban patah hati.
Dulu, Kiyesa pikir begitu. Rupanya baru saja ia sadari, bahwa yang namanya asmaraloka terjadi begitu manis tapi juga dengan cara yang rumit. Pada bagian merelakannya saja sudah terlalu sulit apalagi kalau soal melepas si empunya hati yang semula manis jadi pahit. Berduka Kiyesa dengan perasaan yang tak tentu.
ESTÁ A LER
Meet Me At The Window
Ficção AdolescenteKalau Sayudha punya kuasa, 1995 akan ia cap sebagai hak ciptanya dan ia hadiahkan sekotak memori manis ditahun itu untuk Kiyesa. Rajut asmaraloka pertama kali dengan seorang Kiyesa tidak akan cukup didongengkan seberapa manisnya kendati Sayudha rak...