26. Bunga Tidur Sialan

80 14 13
                                    

Tampil rupanya hari ini boleh dibilang serupa zombie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tampil rupanya hari ini boleh dibilang serupa zombie. Jelaga kelam yang sorotnya melebihi riangnya baskara, hari ini mendung. Barangkali seseorang tengah mencari percik semangatnya yang sempat padam, maka jangan temui Sayudha. Sebab yang akan diterima darinya tidak lebih dari binar kosong penuh putus asa.

Besi yang terselimut kelupas cat tua, menjerit ngilu manakala seseorang mendorongnya. Sayudha mendongak. Persembahan manis yang biasanya ia hadiahkan selalu untuk Kiyesa semata-mata sebagai mantra agar gadis itu mendapat hari-hari sempurna, sekarang terasa begitu sederhana. Sayudha yang terbiasa menebar manis lesung pipinya tidak cocok memerankan manusia kalut seperti ini rupanya.

"Nunggu dari tadi? Kenapa nggak kasih kode? Aku bisa keluar lebih cepat kalau tahu kamu nongkrong di depan rumahku."

Itu Kiyesa, si nona yang mendiami hatinya. Itu Kiyesa, si nona yang mahir membuat bunga-bunga bermekaran dalam dirinya hanya karena tingkah atau rakit katanya yang sepele.

Tak pernah sepahit ini bagi Sayudha untuk menyaksikan segaris senyum ceria dari Kiyesa. Kendati gadis ini masih bersikap layaknya Kiyesa yang biasa, Sayudha masih dikelabuti sedikit ragu. Entah sejak kapan ruang dalam dadanya terasa menyempit hanya karena sepatah kalimat paling mengerikan yang Sayudha terima semasa matanya tertutup malam tadi.

Sayudha tersenyum, kecil dan begitu tipis dipandang mata.

"Ki, seberapa banyak kamu suka aku?"

Hari senin, soal matematika sejumlah 10 biji belum resmi ditamatkan, dan diwaktu sepagi ini ia terima pertanyaan mengejutkan serupa itu. Beberapa saat mengamati, Kiyesa akhirnya mengerti perihal kenapa Sayudha mau menanti namun menolak mengabari. Termasuk kenapa pahat wajahnya hari ini terkesan sedikit suram.

"Kenapa tiba-tiba tanya itu?"

"Seberapa banyak?"

Yang Sayudha butuhkan saat ini, tidak kurang tidak lebih untuk sebuah jawaban. Harapnya, Kiyesa mau mendekap hatinya. Lewat lisannya, Sayudha mau ditenangkan kendati dia sendiri tahu betul bahwa yang namanya semesta jelas tidak mampu diterka. Itu kenapa pertanyaannya terulang kembali namun dengan sedikit tekanan kata pada lidahnya.

Kiyesa menarik nafas berat. "Banyak. Terlalu banyak sampai aku kepikiran buat nggak dengerin omongan Mama tentang kamu—tentang kita," Serupa anak durhaka kalimatnya barusan, "Banyak. Terlalu banyak sampai aku nggak peduli dunia menentang."

Sayudha menunduk. Birainya terangkat sedikit lebar, utas senyumnya menjadi lebih tulus. Mau dipikir selarut apapun, tak akan tertangkap oleh Sayudha alasan mengapa segala kata yang terucap oleh Kiyesa selalu menghangatkan hatinya dengan ajaib.

"Kenapa? Seseorang bilang apa sama kamu?"

Manusia yang sukanya berterus-terang semacam Sayudha ini, tidak akan pernah mau menyembunyikan potongan fakta dalam benaknya sendiri. Namun keping memori pahit yang ia terima sebagai bunga tidur tersial malam tadi, menyangkut ditenggorokannya. Kisah singkat ber-epilog tragis, rasanya tidak mampu ia lisankan dengan hati yang ringan.

Meet Me At The WindowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang