16. Utuh Setelah Runtuh

97 24 1
                                    

Ini namanya upacara merayakan hati yang sempat gugur. Dipersembahkan oleh semesta dan hanya Sayudha yang pantas menerimanya. Bagaimana? Terkejutkah kamu, wahai tuan yang jeli otaknya?

Agenda membuang sampah sembarangan pagi ini, pasti sudah disiasati oleh si pelaku. Hampir menimpa kepala Sayudha manakala kakinya melintas di pagar rumah nomor 7. Pertamanya, Sayudha tergiur menegur tetapi bungkam ketika yang ia temukan adalah kotak kertas yang ia beli semalam. Dikembalikannya tanpa isi, menyisakan kotak hijau pekat dengan lukis buah alpukat di beberapa sisinya. Fisiknya sama persis dengan buah tangan yang ia hadiahkan untuk Kiyesa malam tadi.

Maaf

Tertoreh singkat di atas secarik post-it kuning mentereng yang melekat kuat di kotak jus. Setengah mati penasarannya Sayudha begitu menerima pengembalian kotak jusnya. Berapa jam kiranya Kiyesa menyatu dengan semesta hanya untuk menarik keputusan terkait ia dan Sayudha? Berapa banyak tangis dan tawa yang ia korbankan sampai berlapang dada menerima kembali Sayudha?

Anak itu tidak punya keahlian selain bertingkah menggemaskan atau bagaimana? Sayudha sampai terkekeh renyah disambut salam pagi yang sebegini manisnya.

"Bonjour!"

Kemunculan Kiyesa yang tiba-tiba, memancing jerit jantan si pemuda, melolong panjang menyaingi gertak seorang ibu pada anaknya yang masih saja bergelung selimut. Tubuhnya membungkuk, kewalahan dadanya dengan letup jantungnya yang tidak dapat ditolerir lagi.

Kepalanya lantas menoleh. Bibirnya menipis, gestur kecil yang menerangkan dengan singkat bahwa masih ia anggap wajar tingkah gadis serampangan ini. Setidaknya hari ini, hari pertama kembali memulai yang sempat kandas. Sayudha tidak tahu di hari-hari berikutnya, masih sanggup bertahan tidakkah ia dengan presensi tak terduga Kiyesa.

"Kamu langitkan apa tentang aku, hari ini?"

Sayudha mengamati Kiyesa untuk beberapa saat. Gadis itu melebihi cerahnya kuning, melebihi cerianya baskara, dan melebihi bahagianya Sayudha. Itu baru yang namanya hidup. Dengan segaris senyum yang lebar begitu, kedua tangan yang dilipat diatas pagar rumahnya dan sepasang jelaga yang Sayudha gemari sorotnya hari ini adalah sambutan paling meriah yang semesta hadiahkan untuknya. Mungkin sebagai bentuk tebusan sebab Sayudha telah menanti dengan sabarnya sampai butir-butir pil meluncur dalam kerongkongannya akibat kepala yang meradang nyerinya.

Sayudha tertular virus bahagianya Kiyesa. Berakibat pada birainya yang tersenyum lebar sampai lesung pipinya kembali menyembul. Jadi itu artinya, nona pemilik jimat keberuntungannya adalah orang yang sama dengan yang tampak pada obsidiannya, bukan?

"Semoga kamu kentut hari ini."

Kiyesa mencibir sembari melayangkan tangan kanannya, berpura-pura punya cukup nyali untuk membuat Sayudha tersungkur parah padahal tidak. Itu kenapa tangannya berhenti terayun, menggantung diudara nasibnya sementara Sayudha sudah siap mengelak dengan keren.

"Kamu mau aku kentutin?"

"Dengerin dulu, aku belum selesai ngomong. Semoga kamu kentut hari ini dan baunya mirip manisnya jus strawberry."

Kiyesa menolak memberi rungu untuk elakan Sayudha (meski masih saja tersampaikan). Dia berbalik, menjauh dari pagar rumahnya sebatas untuk bergilir membukanya. Kiyesa merasa lain hanya karena Sayudha jadi terasa asing. Telah gugur jiwanya yang sempat menyendu dan begitu saja, bangkit kembali sosok anak mungil dalam dirinya yang suka sekali bermain-main.

"Yang sampai perempatan terakhir harus traktir burger!"

Pengumuman itu diudarakan setelah kakinya lebih dulu memecut langkah. Tertinggal Sayudha di belakang dengan kekeh kecilnya.

Meet Me At The WindowWhere stories live. Discover now